Mereka Memanggilku Nabi Khidir Sedang Yang Saya Tahu Namaku Cuma Hamba Dan Saya Cuma Seorang Hamba Sahaya
Muslimterhebat.id - Keberadaannya hanya disitir dalam Al Quran Surat Al Kahfi 65-85. Walaupun hanya sedikit Ilmu yang nabi Musa yang dengan kapasitasnya sebagai nabi pun tidak mampu menjangkau ilmu yang dimiliki oleh Nabi Khidir . Hal ini membuat ketinggian ilmu Nabi Khidir menjadi ilmu yang misterius.
Mungkin itu yang memotivasi KH. Jamaluddin Kafi dari Madura menulis buku yang berjudul "Khidir, Nabi atau wali, hidup atau mati" yang berisi pengalaman mistisnya, bertemu dengan hamba Allah yang dikenal suka menyamar sebagai pengamen itu.
Sebagian orang meyakini bahwa Nabi yang satu ini masih hidup sampai sekarang dan seringkali menyamar sebagai pengamen. Sebagian kalangan juga meyakini bahwa Nabi Khidir adalah orang yang memberikan ijazah kewalian kepada seseorang. Seperti halnya kisah Nabi Khidir memberian bunga kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani untuk memasuki kepemerintahan para wali sedunia. Semua hal itu membuat sosok nabi Khidir as menjadi sosok yang super misterius.
Siapa yang tidak kenal dengan Nabi Khidir. Setiap orang, khususnya orang islam, pasti akrab dengan nama Khidir. Sesosok nabi yang nyentrik ajarannya dan cara penyampaiannya. Ajaran dan penyampaiannya terkadang membuat muridnya dibuat bertanya-tanya. Bahkan sekaliber Nabi Musa pun dibuat bertanya-tanya dengan tingkah laku Nabi Khidir. Cerita bergurunya Nabi Musa ke Nabi Khidir merupakan media Allah untuk menyadarkan Nabi Musa bahwa ada manusia yang lebih pintar dibanding dirinya.
Konon Nabi Musa pernah ditanya oleh umatnya tentang siapa manusia yang paling pintar di dunia ini. Spontan Nabi Musa mengatakan bahwa dirinyalah yang paling pintar. Sikapnya ini mendapat teguran Allah, Nabi Musa kemudian disuruh berguru kepada seseorang yang ilmunya jauh lebih tinggi dibanding dirinya. Allah menunjukkan dimana orang tersebut tinggal. Nabi Musa dapat menemui Nabi Khidir pada pertemuan dua buah lautan (jama’ al bahrain). Tandanya, apabila ia membawa ikan yang sudah masak, kemudian dengan percikan air ikan tersebut bisa hidup kembali, itulah tempat Nabi Khidir berada.
Singkat cerita, Nabi Musa berhasil bertemu dengan Nabi Khidir. Nabi Musa diterima sebagai murid tetapi sejak awal Nabi Khidir sudah mengatakan bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup menjalani semua persyaratan yang diajukannya. Persyaratan itu tidak lain adalah Nabi Musa dilarang bertanya segala tindakan Nabi Khidir sampai ia sendiri menjelaskan kepada Nabi Musa. Nabi Musa pun menyanggupinya. Namun, tidak disangka-sangka tindak laku Nabi Khidir ternyata di luar dugaan dan mengundang Nabi Musa untuk bertanya dengan segala tindakan yang dilakukan sang guru. Merasa Nabi Musa tak sanggup menjalani persyaratan sebagai murid kemudian Nabi Khidir memutuskan berpisah dengan Nabi Musa setelah menjelaskan maksud dari tindakannya.
Bagi kita yang akrab dengan teori pembelajaran modern, dengan segala paradigmanya sebagai seorang pembelajar, apa yang dilakukan Nabi Musa merupakan hal yang wajar. Bahkan, sebagai seorang murid sudah selayaknya murid aktif bertanya kepada sang guru. Tetapi inilah kenyataannya, kenyataan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir yang mewedar ilmu. Nabi Musa tak sanggup menangkap hikmah di balik kejadian. Nabi Musa tak bisa membaca “masa datang” kecuali “masa kini” yang dihadapi. Salahkah Nabi Musa? Jelas di sini tidak bisa dihukumi siapa yang salah dan siapa yang benar. Yang jelas Nabi Musa sendiri telah melanggar perjanjian antara murid dan guru, bahasa kerennya sekarang melanggar kontrak belajar yang telah disepakati.
Lantas siapa Nabi Khidir itu, sampai Allah pun harus menyuruh Nabi Musa untuk berguru kepadanya? Apa kelebihannya? Sosok Nabi Khidir tak hanya terkenal pada cerita Nabi Musa. Menurut cerita, Sunan Kalijaga yang bergelar Syeh Malaya pun pernah bertemu dengan Nabi Khidir di tengah lautan. Saat Sunan Kalijaga hendak menunaikan haji ke Mekkah, beliau bertemu dengan Nabi Khidir dan menyuruhnya Sang Sunan untuk kembali ke tempat tinggalnya sebab yang dicarinya tidak ada, kecuali di hati Sang Sunan sendiri. Sekali lagi, wejangan Nabi Khidir terasa ganjil, namun di balik keganjilannya itu tersimpan berbuku-buku hikmah yang harus direnungkan oleh para muridnya.
Hal yang paling melekat dengan Nabi Khidir adalah lautan (air) dan keunikan ajarannya. Terkadang Nabi Khidir dijuluki “nabi air”, sebab para pencarinya menemukan atau bertemu dengan di air meski ini tidak selamanya. Sedangkan keunikan, keganjilan cara penyampaian bahkan isinya menjadi ciri khas Nabi Khidir. Sehingga Nabi Khidir dijuluki guru hikmah. Nabi Khidir sendiri dianugerahi ilmu laduni; ilmu yang bersifat langsung dari Allah (QS. Al-kahfi : 18: 65). Tak pelak, hal inilah yang menjadikan Khidir sebagai ikon guru ruhani dalam tradisi spiritual Islam. Allah berfirman :
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
(QS. Al-kahfi : 18:65)
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS Al Kahfi: 65)
Keterangan (Departemen Agama Republik Indonesia) :
Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa setelah Nabi Musa dan Yusa' menyusuri kembali jalan yang mereka lalui tadi sampailah keduanya pada batu itu yang pernah mereka jadikan tempat beristirahat. Di sana mereka mendapatkan seorang hamba di antara hamba-hamba Allah ialah Al Khidir yang berselimut dengan kain putih bersih (yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib dan lain lain). Menurut Said bin Jubair, kain putih itu menutupi leher sampai dengan kakinya.
Dalam ayat ini Allah SWT juga menyebutkan bahwa Al Khidir itu ialah orang yang mendapat ilmu langsung dari Allah. Diberikan dengan cara ilham yang ilmunya disebut Ilmu laduni (ilmu dari sisi Tuhan). Ilmu laduni ini diperoleh dengan cara langsung dari Tuhan tanpa perantara. Kejadiannya dapat diumpamakan seperti sinar dari suatu lampu gaib yang sinar itu langsung mengenai hati yang suci bersih, kosong lagi lembut. Ilham ini merupakan perhiasan yang diberikan Allah kepada para kekasih Nya (para wali).
Allah itu Maha Pengasih, Maha Pemurah, dan Maha Penyayang kepada hamba-hambat-Nya. Musa AS berangkat untuk bertemu Khidr AS, seseorang yang telah diberi rahmat oleh Allah. Oleh karena itu, sifat-sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang Allah tercermin padanya. Sifat Allah tersebut telah memungkinkan dirinya menerima pengetahuan yang lebih dari Allah dan menjadi salah satu hamba pilihan-Nya.
Nabi Kihidir adalah putera seorang raja yang Berliau adalah putra seorang raja Persia yang sangat tekun melakukan ibadah kepada Allah SWT.. Ibunya bernama Alha binti Faris (sebagaian riwayat mengatakan bernama “Rumania”) wanita bangsawan keturunan Persia, bibi dari ibu Iskandar Zulqarnain.
Nama aslinya adalah Balya bin Malkan bin lliya bin Ahmad bin Al-Mu’ammar bin Urmiya bin Faligh bin Talia bin Malik bin Abir bin flaakh bin Amaniel bin Nur bin ‘Iyesh bin Ishaq bin Anbar bin Salakh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh a.s. bin Lamak bin Mutawasylikh bin Idris a.s. bin Yard bin Mahlail bin Qainan bin Yanasy bin Syits bin Adam a.s.(Dari Asabath Ibnu Asakir mengatakan bahwa As-Sayyidi)
Sebuah riwayat menyebutkan saat Rasulullah dinaikkan ke langit dengan menunggang punggung buraq bersama sahabatnya. Malaikat Jibril, tiba-tiba ia mencium bau yang harum semerbak. Rasulullah bertanya, “Wahai Jibril, bau wangi apakah ini?" Jibril menjawab, “Bau ini berasal dari seorang raja pada zaman dulu. Ia adalah raja yang punya riwayat menakjubkan pada masanya. Dan, dia hanya memiliki seorang anak, yaitu Khidir.”
Tentang dahlil-dahlil yang menyatakan bahwa Khidir itu telah mati:
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُو
“Kami tidak menjadikan kehidupan abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal”. (QS.Al-Anbiya`: 34)
Pertanyaan :
1. Apakah Mungkin Orang yang sudah Mati Sebelum keberadaan Nabi Muhammad bisa dikatakan Hidup Kekal, dan Jikapun Rasulullah telah wafat mereka akan Kekal, sedangkan ALLAH tak menghendaki mereka Hidup Kekal?
Ingat!!!!...."SEBELUM" Kamu (Muhammad)
Sekarang Abad keberapa setelah wafatnya Rasulullah Muhammad saw?
2. Apakah mungkin orang yang telah mati lalu dihidupkan kembali oleh ALLAH bisa
dianggap kekal sedangkan ia pernah mati, walau kemudian di hidupkan kembali oleh ALLAH?
Ingat!!!! KEKAL adalah tak pernah bisa mati, walaupun satu kali
Jika ia pernah Mati lalu hidup kembali (karena dihidupkan kembali oleh ALLAH) artinya tak bisa dianggap KEKAL
Hanya ALLAH yang KEKAL
Sosok Nabi Khidir as yang Super Misterius (Invisible Master) Ternyata Masih Hidup.
Ibnu Hajar Al- Asqalani di dalam Fath Al-Bari menyanggah pendapat orang- orang yang menganggap Nabi Khidir A.s. telah wafat, dan mengungkapkan makna hadist yang tersebut di atas, yaitu uraian yang menekankan, bahwa Nabi Khidir a.s. masih hidup sebagai manusia. Ia manusia makhsus (dikhususkan Allah). ruhnya lepas meninggalkan Alam Barzah berkeliling di alam dunia dengan jasadnya yang baru (Mutajassidah).
Dalam Hadist Marfu' dari Ibn Umar dan Jabir (R.a.) menyatakan:
"Setelah lewat seratus tahun, tidak seorang pun yang sekarang masih hidup di muka bumi." Ibn Al-Salah, Al-Tsa'labi, Imam Al- Nawawi, Al-Hafiz Ibn Hajar Al- Asqalani dan kaum Sufi pada umumnya; demikian juga Jumhurul-'Ulama' dan Ahl Al- Salah (orang-orang shaleh), semua berpendapat, bahwa Nabi Khidir A.s. masih hidup dengan jasadnya, ia akan meninggal dunia sebagai manusia pada akhir zaman.
Di dalam kitab “Al-Asror Rabbaniyyah wal Fuyudhatur Rahmaniyyah” karya Syeikh Ahmad Shawi Al-Maliki halaman 5 diterangkan yang artinya sebagai berikut: Telah berkata guru dari guru-guru kami, Sayyid Mushtofa Al-Bakri: Telah berkata Al-’Ala’i di dalam kitab tafsirnya bahwa sesungguhnya Nabi Khidir dan Nabi Ilyas as hidup kekal sampai hari kiamat.
Dan dinukilkan al-Maawardi bahwa dia adalah malaikat (yang berjasad dalam rupa bentuk manusia), akan tetapi al-Hafiz bin Abi Dihyah menyerahkan saja perkara ini dengan katanya: “Kami tidak mengetahui adakah baginda malaikat atau nabi atau hamba yang sholeh (yakni wali)
Di antara para komentator besar dan ulama hadis-hadis yang menyatakan bahwa Khidr (as) masih hidup adalah:
• Sarjana hadits terkenal Sheikh al Islam Takiyuddin Abu Omar Ibn as-Shalah,
• Pelestari hadits besar Ibn al-Hajar Askalani,
• Sarjana pelestari hadits besar Kamil Al-Hafidh Abu Jafar Tahawi
• Pemuka agama dan pelestari hadits terkenal sarjana hukum Imam Suyuthi Jalaladdin,
• Imam Rabbani,
• Komentator besar Ibnu Katsir,
• İsmail Hakki Bursevi, penulis Commentary Ruhu'l Beyan dan
• Sarjana besar Islam Bediuzzaman Said Nursi.
Allah Yang Menghidupkan dan Mematikan
"Dialah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya: "Jadilah", maka jadilah ia". (Al-Ghafir : ayat 28)
ALLAH S.W.T berfirman :
"....padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan-Nya, kemudian dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan?”. (Al-baqarah 28)
ALLAH S.W.T berfirman :
"Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan". (QS. Yunus [10] : 56)
Di dalam bukunya yang berjudul “ Mystical Dimensions of Islam " , yang ditulis oleh penulis Annemarie Schimmel , Nabi Khidir dianggap sebagai salah satu Nabi dari empat Nabi (Hidup Kembali setelah Mati) dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Nabi Idris (Henokh), Nabi Ilyas (Elia), dan Nabi Isa (Yesus). Nabi Khidir abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan (Konon di ketahui berasal dari Segitiga Bermuda) Nabi Khidir disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “ Elia versi Muslim ” Orang Muslim Arab biasa memanggilnya El Khudder-The Green. Di antara pendapat awal para cendikiawan Barat , Rodwell menyatakan bahwa “ Karakter Nabi Khidir dibentuk dari " YITRO ” (Karakter yang terbentuk dari AL Kitab atau Wahyu ALLAH seperti yang terdapat dalam Al Kitab Al Qur'an)
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khidr. Beberapa orang mengatakan Khidr adalah gelarnya yang lainnya menganggapnya sebagai nama julukan. Khidir telah disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “Elyas versi Muslim” Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, Nabi pembimbing Nabi yang misterius dan lain lain .. Orang Muslim Arab biasa memanggilnya El Khudder-The Green
Jika Anda ingin tahu arti dari nama Semar Badranaya. Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) artinya adalah samar sedangkan BADRANAYA berasal dari kata Bebadra = Membangun sarana dari dasar. Naya = Nayaka = Rasul utusan Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa
Nabi Khidir Alaihi Salam ( Nama aslinya adalah Balya bin Balkan bin flaakh bin Anbar bin Salakh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh a.s. bin Lamak bin Mutawasylikh bin Idris a.s. bin Yard bin Mahlail bin Qainan bin Yanasy bin Syits bin Adam a.s.) selalu ada di setiap jaman, mengasuh, membimbing dan ilmunya yang diturunkan atau di titiskan, sama seperti Semar Badranaya. Jadi Semar Badranaya adalah gambaran bayangan (Wayang) dari sifat perilaku Nabi Khidir Alaihi Salam Abi Abas Balya Bin Malkan yang menjadi Sinisihan (pendamping atau pasangan) Wahyu
Semar Badranaya atau Semar Ismaya dan Nabi Khidir (Khidir atau Khadir adalah nama julukan nya) adalah orang yang sama yang punya julukan Manusia Setengah Dewa)
Mengapa ia harus disebut hijau, disebut hijau dalam bahasa Arab " Sebuah penjelasan yang mungkin untuk referensi warna Al Khidir , setelah duduk di sebuah gurun tandus, mengubahnya menjadi surga hijau subur. .. Khidr adalah nama julukan bukan nama yang sesungguhnya Nama nya cuma Hamba .. Khidr artinya adalah Hijau sebuah warna Simbol untuk Kesabaran bisa di artikan nama julukannya adalah Sabar .. ALLAH memberi nama Nabi Khidir dan menamainya Innallaha Ma'asshabirin .. Nama Khidir bisa di arti kan atau dihubungkan dengan PENGEMBARA ABADI (karena hidup abadi)
Semasa pemerintah Iskandar Agung, Nabi Khidir diangkat menjadi wazir utama. Konon, Raja Zulkarnain didatangi malaikat, raja menggunakan kesempatan pertemuan tersebut untuk bertanya perihal tentang jalan yang bisa ditempuh manusia supaya tidak mati hingga hari kiamat datang. Malaikat menceritakan bahwa ada ma’ul hayat (air kehidupan). Siapa saja yang dapat meminumnya walaupun sedikit, dia tidak akan mati, kecuali nanti waktu sangkakala ditiup. Raja kesengsem dengan jawaban malaikat. Malaikat pun menceritakan bahwa air tersebut berada di daerah kutub, sangat samar, hampir dikatakan gelap.
Raja bersama rombongan, tak terkecuali Nabi Khidir, berusaha mencari air kehidupan tersebut. Sayangnya, setelah lama mencarinya tidak kunjung pula air tersebut ditemukan. Hanya Nabi Khidir-lah yang menemukan air tersebut kemudian meminumnya. Itulah mengapa Nabi Khidir tetap hidup hingga saat ini.
Kedatangan dan pertemuan dengan Nabi Khidir memang tidak bisa dijadwalkan. Ia datang tak diundang, pergi pun sesuka hatinya. Dia hadir jika ada yang membutuhkan dengan niat tulus dan terkadang kedatangannya untuk menyadarkan orang yang didatangi. Seperti yang dialami oleh raja besar di Balkha. Raja ini merupakan raja yang kaya banyak pengawalnya. Suatu malam sang raja dikejutkan oleh suara di atas atap rumah. Ketika ditanya orang yang berada di atas itu menjawab bahwa dia sedang mencari untanya yang hilang. Seketika sang raja mengatakan aneh, sebab mencari unta di atas atap. Tetapi laki-laki itu malah menjawab kelakuan sang raja lebih aneh lagi sebab mencari ridho Allah kok berbalut dengan kemewahan.
Begitu pula saat sang raja mengadakan sidang bersama punggawanya, tiba-tiba datang seorang laki-laki tanpa permisi. Ketika ditanya apa keperluannya, sang laki-laki itu mengatakan bahwa istana ini hanya peristirahatan para kafilah. Tentu saja sang raja marah sebab istana disebut sebagai tempat peristirahatan.
“Ini bukan persinggahan para kafilah yang kelelahan. Ini adalah istanaku, “ bentak sang raja merasa terhina.
“Istanamu? Sebelum engkau, siapa yang menempatinya?”
“Bapakku”
“Sebelum bapakmu, siapa yang punya?”
“Kakekku”
“Sebelum kakekmu?”
“Bapak dari kakekku.”
“Sekarang mereka berada di mana?”
“Mereka sudah meninggal dunia”
“Berarti tepat benar: tempat ini adalah persinggahan sementara saja. Nanti sebentar lagi engkau juga akan meninggalkannya.” Kemudian orang itu hilang. Ternyata orang itu tidak lain adalah Nabi Khidir yang datang memberi nasehat agar menyadari bahwa kehidupan dunia itu fana belaka, bukan tujuan utama setiap manusia beriman.
Lampu gantung di bawah kubah Hagia Sophia. Selama berabad-abad, keyakinan tersebar luas bahwa Khidir hadir di sini dan memenuhi perannya sebagai pelindung bangunan. Beberapa sarjana Turki dan penyair juga dikabarkan bahwa mereka telah bertemu Khidr di tempat ini.
Khidir adalah nama seorang anak cucu Adam AS yang taat beribadah kepada Allah SWT dan ditangguhkan ajalnya. (Riwayat Ibnu Abbas). Berikut ini akan beberapa kesaksian orang-orang yang pernah bertemu dengan Nabi Khidir AS, dan disarikan dari beberapa sumber yang terpilih:
Rasulullah Muhammad S.A.W.
Ketika Rasulullah SAW sedang berada di dalam masjid, beliau mendengar orang berkata: “Ya Allah SWT, tolonglah aku atas apa yang bisa menyelamatkan aku dari apa yang paling aku takuti.” Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Mengapa orang itu tidak menyertakan pasangan do’anya ini; Ya Allah SWT, berilah kepadaku kerinduan orang-orang shaleh yang paling mereka rindukan.” Kemudian Rasulullah SAW menyuruh sahabat Anas untuk mengatakan apa yang dikatakan itu kepada orang tersebut. Setelah Anas menyampaikan kepadanya, orang itu berkata: “Ya Anas, katakan kepada Rasulullah SAW bahwa Allah SWT telah memberi kelebihan karunia kepadanya diatas para Nabi seperti kelebihan kepada umatnya diatas umat para Nabi, seperti kelebihan bulan Ramadhan atas bulan-bulan lainnya, dan memberi kelebihan hari Jum’at atas hari-hari yang lainnya. Lalu orang itu berdo’a: “Ya Allah SWT, jadikanlah aku termasuk golongan umat yang dimuliakan ini.” Orang tersebut adalah Khidir, kata Anas. (Riwayat Ibnu Addi dalam Al Kamil).
Abu Bakar As Shiddiq
Pada waktu wafatnya Rasulullah SAW, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki berjenggot lebat dan bertubuh tegap masuk kedalam lalu dia menundukkan kepalanya sambil mencucurkan air mata. Kemudian dia segera menemui para sahabat Nabi yang ada disana dan berkata: “Sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan balasan pada setiap musibah, pengganti pada setiap yang hilang dan khalifah pada setiap yang tiada. Maka kembalikanlah segalanya kepada Allah SWT dan berharaplah kepada-Nya. Allah SWT telah mempersiapkan segalanya untuk kalian dan ketahuilah bahwasannya yang ditimpa musibah adalah orang yang tidak terpaksa.” Lalu orang itu pergi, dan para sahabat saling bertanya siapakah gerangan orang terserbut, lalu Abu Bakar segera menjawab: “Dia adalah Khidir saudara Rasulullah SAW.” (Riwayat Baihaqi dari Anas bin Malik).
Umar bin Khattab ra.
Pada waktu Umar akan menshalatkan mayit, tiba-tiba terdengar suara berbisik dari belakang “Tunggu saya, wahai Umar”. Maka Umar menunggu dia hingga dia masuk kedalam shaf dan mulai bertakbir. Dalam do’anya Umar berkata: “Jika Engkau mengadzabnya berarti dia durhaka kepada-Mu, tetapi jika Engkau mengampuni dia, maka sesungguhnya dia sangat membutuhkan rahmat-Mu, Ya allah SWT.” Setelah mayat dikuburkan, seorang laki-laki memperbaiki tanah kuburannya sambil berkata “Beruntunglah kamu wahai penghuni kubur, jika kamu tidak menjadi orang yang mengaku, menyimpan atau menentukan.” Umar berkata “Bawalah orang itu kemari, akan kutanyakan tentang shalatnya dan pembicaraannya itu.” Maka seorang laki-laki pergi mencarinya, tetapi orang itu sudah tidak ada, kecuali hanya bekas telapak kakinya di tanah yang besarnya kira-kira satu hasta. Lalu Umar berkata “Demi Allah SWT, dia itu Khidir yang pernah diceritakan Rasulullah SAW kepadaku.” (Riwayat Muhammad bin Munkadir).
Ali bin Abi Thalib k.w.
Pada waktu aku sedang melakukan thawaf, tiba-tiba kulihat seorang laki-laki sedang bergantung pada kelambu Ka’bah sambil berdoa: “Ya Allah SWT, yang tidak direpotkan oleh sebutan-sebutan yang elok dan tidak disilapkan oleh permintaan- permintaan yang banyak dan tidak disibukkan oleh pengaduan-pengaduan yang bertubi-tubi, dicicipilah aku dengan dinginnya ampunan-Mu, dan manisnya rahmat-Mu.” Ali berkata: “Wahai hamba Allah SWT, ulangilah perkataanmu itu?”Kata orang itu: “Apakah anda mendengarnya.” Ali menjawab: “Ya.”Lalu orang itu berkata: “Demi Khidir yang jiwanya dalam genggaman-Nya, siapa-siapa orang yang mengucapkan do’a itu pada setiap selesai shalat fardhu maka pasti dia akan mendapatkan ampunan dosa-dosanya dari Allah SWT, sekalipun dosa-dosanya itu laksana bilangan pasir dan seperti butir-butir air hujan atau bagaikan banyaknya daun-daun pepohonan.” (Riwayat Al Khathib dalam tarikh Bagdad dari Sufyan At Tsauri).
Al Walid bin Abdil Malik bin Marwan
Al Walid bin Abdil Malik bin Marwan adalah pendiri masjid Jami’ Damsyiq. Pada suatu malam dia hendak melakukan ibadah di dalam masjid, dan dia minta kepada semua yang biasa bangun malam untuk membiarkan dia sendirian melakukan ibadah tanpa ditemani mereka. Pada tengah malam dia datang ke masjid melalui pintu samping. Tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki sedang bershalat diantara pintu Sa’at dan pintu Khadlra’. Al Walib berkata: “Bukankah aku telah menyuruh kalian agar aku tidak ditemani, dan membiarkan aku sendirian di dalam masjid?” Mereka menjawab: “Ya Amirul Mukminin, dia itu Khidir yang selalu datang bershalat disini setiap malam.” (Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Damsyiq).
Ibrahim At Taimy
Ibrahim At Taimy seringkali melihat dan berkumpul dengan Khidir.
Dia berkata: “Bahwasannya saya pernah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda kepadaku: “Segala riwayat tentang Khidir itu adalah benar karena dia adalah paling alimnya penduduk bumi ini, dan tokoh pengganti (Wali Abdal) dan dia termasuk tentara Allah SWT (Jundullah) yang dipersiapkan." (Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Bagdad).
Umar bin Abdil Aziz
Aku melihat seseorang berjalan bersama Umar bin Abdil Aziz, sambil menggandeng tangannya. Dalam hati aku bertanya, barangkali orang ini kurang normal. Setelah dia selesai bersembahyang, aku bertanya kepadanya: “Siapakah gerangan orang yang menggandeng tanganmu, Ya Amirul Mukminin?”
Dia bertanya: “Apakah kamu melihatnya?” Ku jawab: “Ya.” Dia berkata: “Dia itu Khidir, tidak kulihat orang seshalih dia. Dia yang selalu menghimbau aku agar aku bersikap bijak dan adil.” (Riwayat Abu Nuaim, dalam Al Hilyah, dan Abi Sufyan dari Sirri bin Yahya dari Ribah bin Ubaidillah).
Ibrahim Al Khawash
Dalam perjalananku, aku merasa sangat haus sehingga aku terjatuh pingsan tak sadarkan diri. Tiba-tiba aku merasakan ada percikan air pada wajahku. Setelah ku buka mataku, kulihat seorang pemuda tampan menunggang seekor kuda, berpakaian hijau dan memakai sorban berwarna kuning memberi minum kepadaku, sambil berkata kepadaku: “Naiklah dibelakangku.” Tidak seberapa lama dari itu, aku sudah sampai di Madinah. Dia berkata kepadaku: “Turunlah, dan sampaikan salamku kepada Rasulullah SAW. Katakanlah kepada beliau bahwa Khidir menyampaikan salam.” (Riwayat Nabhani dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya).
Bisyir Al Hafi
Aku mempunyai sebuah kamar khusus untuk tempat ibadahku. Aku keluar dan mengunci pintunya sedangkan kunci ada di tanganku. Setelah aku kembali, tiba-tiba kulihat seorang laki-laki sedang bersembahyang di dalam, lalu dia berkata: “Jangan takut, aku ini saudaramu, Khidir.” Aku berkata: “Ajarilah aku sesuatu?” Dia berkata: “Bacalah Astaghfirullah min kulli syaiin, dan Astaghfirullah min kulli ‘aqdin (Riwayat An Nabhani dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya).
Abdul Hakim At Turmudzi
Abu Bakar Al Waraq, murid dari Abdul Hakim At Turmudzi berkata: “Bahwasannya Khidir AS sering datang menjumpai gurunya pada setiap hari Ahad, dan mereka saling berbincang-bincang tentang beberapa kasus atau hal keadaan.” Al Hujuwairi selanjutnya menceritakan bahwa Abu Bakar Al Waraq berkata: “Muhammad bin Ali Al Hakim, pernah memberikan kertas kepadaku sambil berkata: “Lemparkan kertas ini kedalam laut.” Tetapi aku tidak melaksanakan perintahnya dan kertas itu kusimpan dilemari rumahku karena hatiku dihantui rasa was-was. Kemudian aku pergi mendatangi Al Hakim dan kukatakan bahwa aku sudah melemparkan kertas itu. Maka dia bertanya kepadaku: “Apa yang kamu dapatkan?” Ku jawab: “Tidak kudapati sesuatu apapun.” Katanya: “Kalau begitu, tentu kamu tidak melemparkan kertas itu. Maka kembalilah dan lemparkan kertas itu ke laut.” Kemudian aku kembali dan ku lemparkan kertas itu kedalam laut setelah rasa was-was lenyap dari perasaanku. Tiba-tiba air laut itu terbelah, dan muncullah sebuah kotak dalam keadaan terbuka. Kemudian kudekati kotak itu dan kututup, lalu aku kembali kepada Al Hakim dan menceritakan apa yang terjadi, dan dia berkata: “Nah, kalau sekarang kamu benar-benar telah melemparnya.”Aku bertanya: “Wahai guruku, apakah rahasia semua ini?” Dia menjawab: “Aku telah mengarang beberapa buku tentang Ushul dan komentarnya, tetapi sangat sulit dipahami dan tidak dimengerti. Maka Khidir meminta kepadaku naskah-naskah tersebut. Kemudian Allah SWT memerintahkan air untuk menyampaikannya kepada Khidir.”(Riwayat Al Hujawairi dalam Kasyfil Mahjub).
Abdul Malik At Thabari
Tajul islam Abu Saad As Sam’ani berkata: “Aku pergi menunaikan ibadah haji bersama ayahku. Setelah usai melaksanakan ibadah haji, ayahku mengajakku pergi ke rumah Abdul Malik At Thabari, katanya: “Aku dengar dari salah seorang sufi terkemuka bahwa dia pernah duduk-duduk di dalam Masjidil Haram bersama syekh Abdul Malik At Thabari. Tiba-tiba seseorang masuk dari pintu masjid an berkata kepada syekh Abdul Malik At Thabari “Apakah besok pagi kita akan pergi ke Madinah?” Syekh Abdul Malik At Thabari menjawab “Ya.” Orang-orang bertanya kepada syekh Malik siapakah laki-laki tersebut, dan dijawab oleh Syekh Malik bahwa laki-laki itu adalah Khidir AS. (Riwayat Ibnu Munawwir).
Abu Bakar Al Kattani
Dia adalah seorang tokoh terkemuka, seorang alim yang punya kharisma dan kuat bermujahadah. Di antara mujahadahnya yang sulit di tiru orang biasa adalah dia senantiasa dalam keadaan suci dalam satu hari satu malam, berdiam di bawah kubbah Masjidil Haram selama tiga puluh tahun dan tidak pernah tidur.
Pada suatu hari, seorang laki-laki berwibawa masuk melalui pintu Abi Syaibah, lalu mendekatinya dan memberi salam kepadanya sambil berkata: “Hei Abu Bakar mengapa anda tidak pergi ke Maqam Ibrahim bersama orang-orang yang sedang mendengarkan pelajaran hadist Nabi.” Abu Bakar mengangkat kepalanya dan berkata: “Wahai guruku, kebanyakan hadist-hadist yang disampaikan mereka itu semuanya tanpa sanad, sedangkan aku dapat menjelaskan dari sini dengan sanad-sanadnya yang panjang.” Orang itu bertanya: “Dari siapa anda mendengarnya?” Abu Bakar menjawab: “Allah SWT sendiri yang mengajarkannya ke dalam hatiku.” “Coba buktikan hal itu kepadaku”, Kata orang itu. Jawab Abu Bakar: “Buktinya adalah bahwa kamu adalah Khidir AS.” (Riwayat Ibnu Munawwir).
Abu Abbas Al Qasshab
Ketika Syekh Abu Abbas berada di Naisabur, tiba-tiba datang seorang laki-laki kepadanya sambil berkata: “Aku ini orang asing, datang ke kota ini yang kudapati penuh dengan seruanmu, dengan jagamu dan karamatmu. Maka sekarang ini aku ingin agar kamu memperlihatkan salah satu di antara itu kepadamu.”
Syekh menjawab: “Bukankah yang anda lihat ini adalah satu dari karomah? Bahwasannya Abu Qasshab mempelajari ilmu ini dari ayahnya, dan dia melihat kecerdasan otaknya maka dia dikirim ke Bagdad, lalu dipertemukan dengan Syekh As Syibli yang selanjutnya syekh As Syibli mengirimnya ke Mekkah, lalu ke Madinah, kemudian ke Baitul Maqdis dan Allah SWT mempertemukannya dengan Khidir sehingga hatinya terpaut dalam cinta kepada-Nya dan bersahabat intim dengannya hingga ia kembali lagi ke tempat ini.”
(Riwayat Ibnu Munawwir).
Syekh Abdul Qadir Al Jailani qs.
Pada waktu aku pertama kali memasuki kota Irak, Khidir datang menemui aku, lalu memberi isyarat kepadaku agar aku mematuhi apa yang diperintahkannya kepadaku, katanya: “Duduklah kamu di tempat ini dan jangan beranjak sedikitpun hingga aku datang kembali kemari.” Maka aku duduk di tempat itu selama tiga tahun. Pada tahun pertama, Khidir datang menjengukku dan berkata: “Teruskan saja tinggal di tempat ini sampai aku datang lagi menjengukmu disini.”
Demikianlah, aku duduk diatas puing-puing reruntuhan kota Madain. Pada tahun pertama aku tidak makan kecuali rerumputan saja dan tidak pernah minum air walaupun hanya seteguk. Pada tahun kedua, aku tidak makan walaupun rerumputan, tetapi hanya minum air saja selama satu tahun. Dan pada tahun ketiga, makan, minum dan tidur dapat kutahan, dan sama sekali tidak kulakukan. Pada suatu malam dan udara sangat dingin laksana salju, aku mencoba memejamkan mataku diatas reruntuhan istana Kaisar Persia di kota itu juga. Anehnya pada malam itu aku bermimpi keluar mani sebanyak empat puluh kali, dan setiap kali bermimpi aku segera mandi wajib. Maka pada malam itu juga aku mandi wajib sebanyak empat puluh kali agar aku tetap dalam keadaan suci. Setelah mandi yang terakhir aku segera bangun dan berdiri melakukan ibadah supaya tidak tertidur lagi. (Riwayat Abu Su’ud Al Haraimi dalam Qalaid Al Jawahir).
An Nuri
An Nuri seringkali berkumpul bersama Khidir dan mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan olehnya. Tempat pertemuan mereka biasanya didalam masjid di pintu Faradis dalam masjid Damsyiq yang sekarang dikenal dengan kuburan Sayyidah Ruqayyah. (Riwayat Muhammad Amin Al Umari).
Muhammad Syah An Naqsyabandi ra.
Seorang sahabat dekat Syah pada suatu hari bermaksud untuk menemuinya dirumahnya. Setibanya disana, ia mendapatkan Syah sedang berbincang-bincang dengan seorang laki-laki dikebunnya, tapi ia sendiri tidak mengenal siapa teman berbicara Syah tersebut. Setelah memberi salam, laki-laki itu mundur ke pinggir kebun, lalu dia bertanya kepada Syah yang dijawab: “Dia itu Khidir.” Dua atau tiga hari setelah itu, ia mendapatkan Syah sedang asyik berbicara dengan laki-laki itu lagi. Tetapi dua bulan kemudian, ia bertemu dengan laki-laki itu di pasar Bukhara. Dia tersenyum kepadanya maka ia mengucapkan salam kepadanya, lalu dia memeluknya dan menanyakan halnya. Setelah ia kembali dan memberitahukan kepada Syah, maka dikatakan kepadanya bahwa ia sebenarnya telah bertemu dengan Khidir di pasar itu. (Riwayat Al Khani dalam Al Hadaiq Alwardiyah Fi Haqaiq Ajla’ An Naqsyabandiyah).
Abul Hasan Asy Syadzali
Syekh Abul Hasan berkata: “Aku bertemu dengan Khidir di padang Sahara, lalu dia berkata kepadaku: “Hei Abu Hasan semoga Allah menyertai dirimu dengan kehalusan yang indah. Sesungguhnya kamu memiliki sahabat baik di rumah maupun di dalam perjalanan. (Riwayat Ibnu Atha’ dalam Lathaif Al Minan).
Abu Su’ud bin Syibli
Abu Su’ud sedang menyapu di madrasah gurunya yaitu Syekh Abdul Qadir Jailani. Tiba-tiba didepannya telah berdiri Khidir dan memberi salam kepadanya. Maka Abu Su’ud mengangkat kepalanya dan menjawab salamnya, kemudian ia kembali melakukan pekerjaannya dan tidak memperdulikan Khidir.
Maka Khidir berkata kepadanya: “Kenapa kamu tidak memperdulikan aku seolah-olah kamu tidak mengenalku?” Jawab Abu Su’ud: “Aku kenal kepadamu, Khidir kan? Kamu tahu bahwa aku sedang sibuk berkhidmat kepada guruku.” Setelah Khidir memberitahukan hal itu kepada Syekh Abdul Qadir Jailani, dia menjawab: “Memang, dia tidak mau meninggalkan keutamaannya untuk yang lain.” (Riwayat Muhyiddin dalam Futuhat).
Abu Abdillah Al Qurasyi
Isteri Al Qurasyi pergi meninggalkan suaminya sendirian didalam kamar karena dia sedang sakit. Tidak jauh dia melangkahkan kakinya, tiba-tiba ia mendengar suaminya sedang berbicara dengan seseorang. Maka dia kembali dan menanyakan kepada suaminya, siapakah teman suaminya itu. Jawabnya: “Dia Khidir datang memberikan buah Zaitun kepadaku sebagai obat penyakitku ini dari tanah Nejed, tapi aku menolaknya.
(Riwayat Ibnu Atha’ dalam Al Minan).
Muhyiddin Ibnu Arabi dan Abul Abbas Al Arabi
Ketahuilah wahai wali yang dikasihi Allah SWT, bahwasannya wali autad (pasak) adalah Khidir sahabat Musa AS. Dia diberi umur panjang sampai sekarang, dan kami mempercayai orang-orang yang pernah melihat dia serta menyepakati akan hal-ikhwalnya yang penuh keajaiban itu. Di sebuah jalan menuju rumahku, aku bertemu dengan seseorang yang tidak aku kenal. Lalu dia mengucapkan salam kepadaku sambil berkata: “Wahai Muhammad, benar Syekh Abul Abbas Al Arabi!” Kujawab: “Ya.” Setelah kuberitahukan kepada guruku, dia berkata bahwa yang kutemui di jalan itu adalah Khidir. Pernah pula pada suatu ketika aku berada di Tunis, sedang naik perahu dalam keadaan sakit perut sementara penumpang lainnya pada tidur nyenyak. Maka aku berdiri dipinggir perahu sambil melihat lautan yang luas itu. Tiba-tiba kulihat seorang dari kejauhan di bawah sorotan sinar bulan purnama, sedang menundukkan kepalanya pada permukaan air. Setelah perahu semakin dekat kepadanya, nampak dia sedang berdiri pada sebuah kakinya sedang kakinya yang kiri diangkat keatas. Anehnya kakinya itu tidak basah dengan air. Demikian pula setelah satu kakinya diangkat, nampak tidak ada air yang melekat. Setelah memberi salam kepadaku dan berbicara seperlunya dia pergi ke tepi pantai mencari tempat berlindung di bawah menara. Dia hanya memerlukan dua langkah untuk menuju ke menara itu, padahal jaraknya sekitar dua mil dari pantai. Dari bawah menara jelas suaranya kudengar sedang bertasbih kepada Allah SWT. Sesampainya di daratan kota Tunis pada malam hari, aku bertemu dengan seorang laki-laki yang bertanya kepadaku: “Bagaimana halmu semalam bersama Khidir di tengah lautan, apa yang dibicarakannya kepadamu dan apa yang kamu bicarakan kepadanya?”
Tidak seberapa lama sesudah peristiwa itu, aku berjalan-jalan di tepi pantai bersama dengan temanku yang paling tidak mempercayai hal-hal yang luar biasa, atau keajaiban orang-orang shalih (wali). Ketika kami masuk ke dalam sebuah masjid untuk melakukan shalat Dzuhur, dan disana aku bertemu dengan orang yang pernah bertemu denganku di tengah laut, yang katanya bernama Khidir itu. Kemudian dia mengambil tikar di mihrab masjid dan digelar di udara setinggi tujuh hasta dari tanah. Lalu dia berdiri diatas tikar dan melakukan shalat sunnat. Aku berkata pada temanku: “Coba lihat itu bagaimana menurut pendapatmu?”
Jawabnya: “Datangilah dia dan tanyakan kepadanya.” Segera kudatangi dia. Selesai dia melakukan shalat sunnat, kuucapkan salam kepadanya dan kusampaikan keherananku melihat semua yang telah kulihat, ketika berada dihadapanya. Dia berkata kepadaku: “Wahai kawanku, yang kulakukan ini adalah sebagai jawaban bagi temanmu yang tidak mempercayai hal-hal di luar kebiasaan (karomah) itu.”
Lalu ku tanyakan kepada temanku itu, bagaimana menurutnya sekarang, tetapi dia hanya menjawab: “Apa yang dilihat mata adalah apa yang dikatakan.” (Riwayat Ibnu Arabi dalam Al Futuhat).
Nabi Khidir Hadir Dalam Pengurusan Jenazah Nabi s.a.w.
Apabila Rasulullah s.a.w. baru saja wafat, diriwayatkan ketika Saiyidina Ali Bin Abu Talib r.a. meletakkan jasad baginda di atas tempat tidur, tiba-tiba terdengar satu suara ghaib dari sudut rumah berseru dengan nada yang tinggi; "Jangan kamu mandikan jenazah Muhammad karena ia adalah suci lagi pula ia membawa kesucian."
Syaidina Ali merasa curiga lalu bertanya: "Siapa kau?, bukankah Rasulullah menyuruh kami memandikannya." Kemudian terdengar pula suara ghaib yang lain berseru: "Hai Ali ! Mandikanlah beliau. Suara ghaib yang pertama itu adalah suara iblis yang terkutuk karena dengki terhadap Nabi Muhammad s.a.w. dan bermaksud supaya Muhammad dimasukkan ke dalam liang kuburnya tanpa dimandikan." Kata Syaidina Ali pula: "Semoga Allah membalas engkau dengan kebaikan karena engkau telah memberitahu bahwa suara itu adalah iblis. Siapa dirimu sebenarnya?" "Aku adalah Khidir, aku datang untuk menghadiri jenazah Nabi Muhammad s.a.w." Jawab suara itu. Kemudian Saiyidina Ali pun memandikan jenazah Rasulullah sedang Al-Fadhal Bin Abbas dan Usman Bin Zaid mengambil air dan Malaikat Jibril datang membawa harum-haruman dari syurga. Mereka mengkafan dan menguburkan baginda Rasul di kamar rumah Siti Aishah pada malam Rabu dan ada yang mengatakan pada malam Selasa
Pertemuan Nabi Khidir dan Ibrahim bin Adham
Siapa Ibrahim bin Adham itu. Beliau adalah seorang Raja Baikh yang meninggalkan istana untuk menjadi seorang sufi. pada saat ketenaran Ibrahim bin Adham sudah tersebar luas, dia meninggalkan gua pertapaannya dan pergi menuju Mekah.
Dialah salah seorang sufi teladan umat Islam yang terkenal. Naga pun berusjud di hadapannya.
Kisah.
Di tengah padang pasir, Ibrahim berjumpa dengan seorang tokoh besar agama yang mengajarkan kepadanya nama-nama Teragung dari Allah SWT. Dengan Nama yang teragung itulah Ibrahim menyebut Allah SWT dan sesaat kemudian ia dikarunia bertemu dengan Nabi Khidir as. "Ibrahim," kata Nabi Khidir as. "Saudaraku Daudlah yang mengajarkan kepadamu nama-nama Teragung dari Allah SWT itu," kata Nabi Khidir as lebih lanjut. Haa .. jadi yang tadi adalah Nabi Daud as yang menjumpai Ibrahim bin Adham. Kemudian mereka berbincang-bincang mengenai berbagai masalah. Dari perbincangan itulah Ibrahim menyerap berbagai ilmu hakiki. Dengan seizin Allah SWT, Nabi Khidir as adalah manusia pertama yang telah menyelamatkan Ibrahim.
Selanjutnya, perjalanan diteruskan menempuh ganasnya padang pasir. Sesampainya di Dzatul Irq, Ibrahim bertemu dengan 70 orang yang berjubah kain perca tergeletak mati dan darah mengalir dari hidung dan telinga mereka. Ibrahim berjalan mengitari mayat-mayat tersebut dan ternyata salah seorang dari mereka masih hidup.
"Anak muda, apakah yang telah terjadi?" tanya Ibrahim. Orang itu menjawab, "Wahai manusia, beradalah di dekat air dan tempat shalat, janganlah menjauh agar engkau tidak dihukum. Tetapi jangan pula terlalu dekat agar engkau tidak celaka. Tidak seorangpun boleh bersikap terlampau berani di depan sultan. Takutilah sahabat yang membantai dan memerangi para peziarah ke tanah suci seakan-akan mereka itu orang-orang kafir Yunani." "Siapakah kalian?" tanya Ibrahim. "Kami adalah rombongan sufi yang menembus padang pasir dengan berpasrah kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan mengucapkan sepatah katapun di dalam perjalanan kecuali hanya mengingat Allah SWT. Dan kami tidak peduli kepada sesuatu pun selain kepada-Nya." jawab orang itu.
Nasihat Nabi Khidir A.S Kepada Syaikh Malaya atau Sunan Kalijaga
“ Matahari berbeda dengan Bulan “, perbedaannya terdapat pada cahaya yang dipancarkannya sudahkah hidayah iman terasa dalam dirimu? Tauhid adalah pengetahuan penting untuk menyembah pada Allah, juga makrifat harus kita miliki untuk mengetahui kejelasan yang terlihat, ya ru’yat (melihat dengan mata telanjang) sebagai saksi adanya yang terlihat dengan nyata.
Maka dari itu kita dalami sifat dari Allah, sifat Allah yang sesungguhnya, Yang Asli, asli dari Allah. Sesungguhnya Allah itu, allah yang hidup. Segala afalnya (perbuatanya) adalah bersal dari Allah. Itulah yang demaksud dengan ru’yati. Kalau hidupmu senantiasa kamu gunakan ru’yat, maka itu namanya khairat (kebajikan hidup). Makrifat itu hanya ada di dunia. Jauhar awal khairat (mutiara awal kebajikan hidup), sudah berhasil kau dapatkan. Untuk itu secara tidak langsung sudah kamu sudah mendapatkan pengawasan kamil (penglihatan yang sempurna). Insan Kamil (manusia yang sempurna) berasal dari Dzatullah (Dzatnya Allah). Sesungguhnya ketentuan ghaib yang tersurat, adalah kehendak Dzat yang sebenarnya. Sifat Allah berasal dari Dzat Allah. Dinamakan Insan Kamil kalau mengetahui keberadaan Allah itu. Bilamana tidak tertulis namamu, di dalam nuked ghaib insan kamil, itu bukan berarti tidak tersurat. Ya, itulah yang dinamakan puji budi (usaha yang terpuji). Berusaha memperbaiki hidup, akan menjadikan kehidupan nyawamu semakin baik. Serta badannya, akan disebut badan Muhammad, yang mendapat kesempurnaan hidup”. Syekh Malaya berkata lemah lembut, “mengapa sampai ada orang mati yang dimasukkan neraka? Mohon penjelasan yang sebenarnya”.
Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan tersemyum manis, “Wahai Malaya! Maksudnya begini. Neraka jasmani juga berada di dalam dirimu sendiri, dan yang diperuntukkan bagi siapa saya yang belum mengenal dan meniru laku Nabiyullah. Hanya ruh yang tidak mati. Hidupnya ruh jasmani itu sama dengan sifat hewan, maka akan dimasukkan ke dalam neraka. Juga yang mengikuti bujuk rayu iblis, atau yang mengikuti nafsu yang merajalela seenaknya tanpa terkendali, tidak mengikuti petunjuk Gusti Allah SWT. Mengandalkan ilmu saja, tanpa memperdulikan sesama manusia keturunan Nabi Adam, itu disebut iman tadlot. Ketahuilah bahwa umat manusia itu termasuk badan jasmanimu. Pengetahuan tanpa guru itu, ibarat orang menyembah tanpa mengetahui yang disembah. Dapat menjadi kafir tanpa diketahui, karena yang disembah kayu dan batu, tidak mengerti apa hukumnya, itulah kafir yang bakal masuk neraka jahanam.
Adapun yang dimaksudkan Rud Idhafi adalah sesuatu yang kelak tetap kekal sampai akhir nanti kiamat dan tetap berbentuk ruh yang berasal dari ruh Allah. Yang dimaksud dengan cahaya adalah yang memancar terang serta tidak berwarna, yang senantiasa meserangi hati penuh kewaspadaan yang selalu mawas diri atau introspeksi mencari kekurangan diri sendiri serta mempersiapkan akhir kematian nanti. Merasa sebagai anak Adam yang harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan.
Ruh Idhafi seudah ada sebelum tercipta. Syirik itu dapat terjadi, tergantung saat menerima sesuatu yang ada, itulah yang disebut Jauhar Ning. keenamnya jauhar awal. Jauhar awal adalah mutiara ibaratnya. Mutiara yang indah penghias raga agra nampak menarik. Mutiara akan tampak indah menawan. Bermula dari ibarat ketujuh, dikala mendengarkan sabda Allah, maka Ruh Idhafi akan menyesuaikan, yang terdapat di dalam Dzat Allah Yang Mutlak. Ruh serba psrah kepada Dzatullah, itullah yang dimaksudkan Ruh Idhafi. Jauhar awal itu pula, yang menimbulkan Shalat Daim. Shalat Daim tidak perlu mengunakan air wudhu, untuk membersihkan khadas tidak disyaratkan. Itulah shalat batin yang sebenarnya, diperbolehkan makan tidur syahwat maupun buang kotoran, demikianlah tadi cara shalat Daim. Perbuatan itu termasuk hal terpuji, yang sekaligus merupakan perwujudan syukur kepada Allah. Jauhar tadi bersatu padu menghilangkan sesuatu yang menutupi atau mempersulit mengetahui keberadaan Allah Yang Terpilih. Adanya itu menujukkan adanya Allah, yang mustahil kalau tidak berwujud sebelumnya.
Kehidupan itu seperti layar dengan wayangnya, sedang wayang itu tidak tahu warna dirinya. Akibat junub sudah bersatu erat tetap bersih badan jisimmu. Adapun Muhammad badan Allah. Nama Muhammad tidak pernah pisah dengan nama Allah. Bukakah hidayah itu perlu diyakini? Sebagai pengganti Allah? Dapat pula disebut utusan Allah. Nabi Muhammad juga termasuk badan mukmin atau orang yang beriman. Ruh mukmin identik pula dengan Ruh Idhafi dalam keyakinanmu. Disebut iman maksum, kalau sudah mendapat ketetapan sebagai panutan jati. Bukankah demikian itu pengetahuanmu? Kalau tidak hidup begitu, berarti itu sama dengan hewan yang tidak tahu adanya sesuatu di masa yang telah lewat. Kelak, karena tidak mengetahui ke-Islaman, maka matinya tersesat, kufur serta kafir badannya namun bagi yang telah mendapatkan pelajaran ini, segala permasalahan dipahamilebih seksama baru dikerjakan, Allah itu tidak berjumlah tiga yang menjadi suri tauladan adalah Nabi Muhammad.
Bukankah sebenarnya orang kufur itu, mengingkari empat masalah prinsip. Di antaranya bingung karena tiada pedoman manusia yang dapat diteladani. Kekafiran mendekatkan pada kufur kafir. Fakhir dekat dengan kafir. Sebabnya karena kafir itu, buta dan tuli tidak mengerti tentang surga dan neraka. Fakhir tidak akan mendekatkan pada Tuhan. Tidak mungkin terwujud pendekatan ini, tidak menyembah dan memuji, karena kekafirannya. Seperti itulah kalau fakhir terhadap Dzatullah. Dan sesungguhnya Gusti Allah, mematikan kefakhiran manusia, kepastianny ada di tanga Allah semata-mata. Adapun wujud Dzatullah itu, tidak ada stu makhluk pun yang mengetahui kecuali Allah sendiri. Ruh Idhafi menimbulkan iman. Ruh Idhafi berasal dari Allah Yang Maha Esa, itulah yang disebut iman tauhid. Meyakini adanya Allah juga adanya Muhammad sebagai Rasulullah.
Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan Yang Terpilih. Menyatu dengan Gusti Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Dan kamu harus menyatu bahwa Gusti Allah itu ada dalam dirimu. Ruh Idhafi ada di dalam dirimu. Makrifat itu sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat, hidup tunggal didalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan Pilihan. Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal tidak akan terjadi padamu, jangan takut menghadapi sakaratil maut. Jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh Idhafi tidak akan mati. Hidup mati, mati hidup. Akuilah sedalam-dalamnya bahwa keberadaanmu itu, terjadi karena Allah itu hidup dan menghidupi dirimu, dan menghidupi segala yang hidup. Sastra Alif (huruf alif) harus dimintakan penjelasannya pada guru. Jabar jer-nya pun harus berani susah payah mendalaminya. Terlebih lagi poengetahuan tentang kafir dan syirik! Sesungguhnya semua itu, tidak dapat dijelaskan dengan tepat maksud sesungguhnya. Orang yang menjelaskan syariat itu berarti sudah mendapatkan anugrah sifat Gusti Allah. Sebagai sarana pengabdian hamba kepada Gusti Allah. Yang menjalankan shalat sesungguhnya raga. Raga yang shalat itu terdorong oleh adanya iman yang hidup pada diri orang yang menjalankannya. Seandainya nyawa tidak hidup, maka Lam Tamsyur (maka tidak akan menolong) semua perbuatan yang dijalankan. Secara yang tersurat, shalat itu adalah perbuatan dan kehendak orang yang menjalankan, namun sebenarnya Allah-lah yang berkehendak atas hambanya. Itulah hakikat dari Tuhan penciptanya. Ruh Idhafi berada di tangan orang mukmin. Semua ruh berada di tangan-Nya. Yaitu terdapat pada Ruh Idhafi. Ruh Idhafi adalah sifat jamal (sifat yang bagus atau indah) keindahan yang berasal Dzatullah. Ruh Idhafi nama sebuah tingkatan (maqom), yang tersimpan pada diri utusan Allah (Rasulullah). Syarat jisim lathif (jasad halus itu, harus tetap hidup dan tidak boleh mati.
Cahayanya berasal dari ruh itu, yang terus menerus meliputi jasad. Yang mengisayaratkan sifat jalal (sifat yang perkasa) dan sekaligus mengisyaratkat adanya sifat jamal (sifat keindahan). Jauhar awal mayit (mutiara awal kematian) itu, memberi isyarat hilangnya diri ini. Setelah semua menemui kematian di dunia, maka akan berganti hidup di akherat. Kurang lebih tiga hari perubahan hidup itu pasti terjadi. Asal mula manusia terlahir, dari adanya Ayah, Ibu serta Tuhan Yang Maha Pencipta. Satu kelahiran berasal dari tiga asal lahir.
Ya, itulah isyarat dari tiga hari. Setelah dititipkan selama tujuh hari, maka dikembalikan kepada yang meninipkan (yang memberi amanat). Titipan itu harus seperti sedia kala. Bukankah tauhid itu sebagai srana untuk makrifat? Titipan yang ketiga puluh hari, itu juga termasuk juga titipan, yang ada hanya kemiripan dengan yang tujuh hari. Kalau menangis mengeluarkan air mata karena menyesali sewaktu masih hidup. Seperti teringat semasa kehidupan itu berasal dari Nur. Yang mana cahayanya mewujudkan dirimu. Hal itulah yang menimbulkan kesedihan dan penyesalan yang berkepanjangan. Tak terkecuali siapun yang merasakan itu semua, sebagaimana kamu mati, saya merasa kehilangan. Mati atau hilang bertepatan hari kematian yang keempat puluh hari. Bagaimanakah yang lebih tepat untuk melukiskan persamaan sesama makhluk hidup secara keseluruhannya? Allah dan Muhammad semuannya berjumlah satu. Seratuspun dapat dilukiskan seperti satu bentuk, seperti diibaratkan dengan adanya cahaya yang bersember dari cahaya Muhammad yang sesungguhnya. Sama hal pada saat kamu memohon sesuatu. Ruh jasad hilang di dalamnya, kehadirat Tuhan Yang Maha Pemberi. Tepat pada hari keseribu, tidak ada yang tertinggal. Kembalinya pada allah sudah dalam keaadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama dalam keadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama diciptakan”.
Syekh Malaya terang hatinya, mendengarkan pelajaran yang baru diterima dari gurunya Syekh Mahyuningrat Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya senang hatinya sehingga beliu belum mau keluar dari dalam tubuh Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya menghaturkan sembah, sambil berkata manis seperti gula madu. “Kalau begitu hamba tidak mau keluar dari raga dalam tuan. Lebih nyaman di sini saja yang bebas dari sengsara derita, tiada selera makan tidur, tidak merasa ngantuk dan lapar, tidak harus bersusah payah dan bebas dari rasa pegal dan nyeri. Yang terasa hanyalah rasa nikmat dan manfaat”. Kanjeng Nabi Khidir memperingatkan, “yang demikian tidak boleh kalau tanpa kematian”. Kanjeng Nabi Khidir semakin iba kepada pemohon yang meruntuhkan hatinya. Kata Kanjeng nabi Khidir, “kalau begitu yang awas sajalah terhadap hambatan upaya. Jangan sampai kau kembali. Memohonlah yang benar dan waspada. Anggaplah kalau sudah kau kuasai, jangan hanya digunakan dengan dasar bila ingat saja, karena hal itu sebagai rahasia Allah. Tidak diperkenankan mengobrol kepada sesama manusia, kalau tanpa seizin-Nya! Sekiranya akan ada yang mempersolakan, memperbincangkan masalah ini! Jangan sampai terlanjur! Jangan sampai membanggakan diri! Jangan peduli terhadap gangguan, cobaan hidup! Tapi justru terimalah dengan sabar! Cobaan hidup yang menuju kematian, ditimbulkan akibat buah pikir. Bentuk yang sebenarnya ialah tersimpan rapat di dalam jagadmu! Hidup tanpa ada yang menghidupi kecuali Allah saja.
Tiada antara lamanya tentang adanya itu. Bukankah sudah berada di tubuh? Sungguh, bersama lainnya selalu ada dengan kau! Tak mungkin terpisahkan! Kemudian tidak pernah memberitahunakan darimana asalnya dulu. Yang menyatu dalam gerak perputaran bawana. Bukankah berita sebenarnya sudah ada padamu? Cara mendengarnya adalah denga ruh sejati, tidak menggunakan telinga. Cara melatihnya, juga tanpa dengan mata. Adpun telingannya, matanya yang diberikan oleh allah. Ada padamu itu. Secara batinnya ada pada sukma itu sendiri. Memang demikianlah penerapannya. Ibarat seperti batang pohon yang dibakar, pasti ada asap apinya, menyatu dengan batang pohonnya. Ibarat air dengan alunnya. Seperti minyak dengan susu, tubuhnya dikuasai gerak dan kata hati.
Demikian pun dengan Hyang Sukma, sekiranya kita mengetahui wajah hamba Tuhan dan sukma yang kita kehendaki ada, diberitahu akan tempatnya seperti wayang ragamu itu. Karena datanglah segala gerak wayang. Sedangkan panggungnya jagd. Bentuk wayang adalah sebagai bentuk badan atau raga. Bergerak bila digerakkan. Segala-galanya tanpa kelihatan jelas, perbuatan dengan ucapan. Yang berhak menentukan semuanya, tidak tampak wajahnya. Kehendak justru tanpa wujud dalam bentuknya. Karena sudah ada pada dirimu. Permisalan yang jelas ketika berhias. Yang berkaca itu Hyang Sukma, adapun bayangan dalam kaca itu ialah dia yang bernama manusia sesungguhnya, terbentuk di dalam kaca. Lebih besar lagi pengetahuan tentang kematian ini dibandingkan dengan kesirnaan jagad raya, karena lebih lembutseperti lembunya air. Bukankah lebih lembut kematian manusia ini? Artinya lembut kesirnaan manusia? Artinya lebih dari, karena menentukan segalanya. Sekali lagi artinya lembut ialah sangat kecilnya. Dapat mengenai yang kasar dan yang kecil. Mencakup semua yang merangkak, melata tiada bedanya, benar-benar serba lebih. Lebih pula dalam menerima perintah dan tidak boleh mengandalkan pada ajaran dan pengetahuan. Karena itu bersungguh-sungguhlah menguasainya. Pahamilah liku-liku solah tingkah kehidupan manusia! Ajaran itu sebagai ibarat benih sedangkan yang diajari ibarat lahan. Misal kacang dan kedelai. Yang disebar di atas batu. Kalau batunya tanpa tanah pada saat kehujanan dan kepanasan, pasti tidak tidak akan tumbuh. Tapi bila kau bijaksana, melihatmu musnahkanlah pada matamu! Jadikanlah penglihatanmu sukma dan rasa. Demikian pula wujudmu, suaramu. Serahkan kembali kepada yang Empunya suara! Justru kau hanya mengakui saja sebagai pemiliknya. Sebenarnya hanya mengatasnamai saja. Maka dari itu kau jangan memiliki kebiasaan yang menyimpang, kecuali hanya kepada Hyang Agung. Dengan demikian kau Hangraga Sukma. Yaitu kata hatimu sudah bulat menyatu dengan kawula Gusti. Bicarakanlah manurut pendapatmu! Bila pendapatmu benar-benar meyakinkan, bila masih merasakan sakit dan was-was, berarti kejangkitan bimbang yang sebenarnya. Bila sudah menyatu dalam satu wujud. Apa kata hatimu dan apa yang kau rasakan. Apa yang kau pikir terwujud ada. Yang kau cita-citakan tercapai. Berarti sudah benar untukmu. Sebagai upah atas kesanggupanmu sebagai khalifah di dunia. Bila sudah memahami dan menguasai amalan dan ilmu ini, hendaknya semakin cermat dan teliti atas berbagai masalah.
Masalah itu satu tempat dengan pengaruhnya. Sebagai ibaratnya sekejap pun tak boleh lupa. Lahiriah kau landasilah dengan pengetahuan empat hal. Semuanya tanggapilah secara sama. Sedangkan kelimanya adalah dapat tersimpan dengan baik, berguna dimana saja! Artinya mati di dalam hidup. Atau sama dengan hidup di dalam mati. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sukma, sukma muksa.
Jelasnya mengalami kematian! Syekh Malaya, terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan senang hatimu! Anugrah berupa wahyu akan datang kepadamu. Seperti bulan yang diterangi cahaya temaram. Bukankah turnya wahyu meninggalkan kotoran? Bersih bening, hilang kotorannya”.
Kemudian Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan lembut dan tersenyum. “Tak ada yang dituju, semua sudah tercakup haknya. Tidak ada yang diharapkan dengan keprawiraan, kesaktian semuanya sudah berlalu. Toh semuanya itu alat peperangan”. Habislah sudah wejangan Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya merasa sungkan sekali di dalam hati. Mawas diri ke dalam dirinya sendiri. Kehendak hati rasanya sudah mendapat petunjuk yang cukup. Rasa batinya menjelajah jagad raya tanpa sayap.
Keseluruh jagad raya, jasadnya sudah terkendali. Menguasai hakekat semua ilmu. Misalnya bunga yang masih lam kuncup, sekarang sudah mekar berkembang dan baunya semerbak mewangi. Karena sudah mendapat san Pancaretna, kemudian Sunan Kalijaga disuruh kelura dari raga Kanjeng Nabi Khidir kembali ke alamnya semula”.
Lalu Kanjeng Nabi Khidir berkata, “He, Malaya. Kau sudah diterima Hyang Sukma. Berhasil menyebarkan aroma Kasturi yang sebenarnya. Dan rasa yang memanaskan hatimu pun lenyap. Sudah menjelajahi seluruh permukaan bumi. Artinya godaan hati ialah rasa qonaah yang semakin dimantapkan. Ibarat memakai pakaian sutra yang indah. Selalu mawas diri. Semua tingkah laku yang halus. Diserapkan kedalam jiwa, dirawat seperti emas.
Dihiasi dengan keselamatan, dan dipajang seperti permata, agar mengetahui akan kemauan berbagai tingkah laku manusia. Perhaluslah budi pekermu atau akhlak ini! Warna hati kita yang sedang mekar baik, sering dinamakan Kasturi Jati. Sebagai pertanda bahwa kita tidak mudah goyah, terhadap gerak-gerik, sikap hati yang ingin menggapai sesuatu tanpa ilmu, ingin mendalami tentang ruh itu justru keliru. Lagi pula secara penataan, kita itu ibaratnya busana yang dipakai sebagai kerudung. Sedangkan yang ikat kepala sebagai sarungmu. Kemudian terlibat ingatan ketika dulu. Ibarat mendalami mati ketika berada di dalam rongga ragaku.
Tampak oleh Sunan Kalijaga cahaya. Yang warnanya merah dan kuning itu, sebagai hambatan yang menghadang agar gagal usaha atauu ikhtiar atau cita-citanya. Dan yang putih di tengah itulah yang sebenarnya harus diikuti. Kelimanya harus tetap diwaspadai. Kuasailah seketika jangan sampai lupa! Bisa dipercaya sifatnya. Berkat kesediaanku berbuat sebagai penyekat. Untuk alat pembebas sifat berbangga diri. Yang selalu didambakan siang dan malam. Bukankah aku banyak sekali melekat atau mengetahui caranya pemuka agama yang ternyata salah dalam penafsiran.
Dan penyampaian keterangannya? Anggapannya sudah benar. Tak tahunya malah mematikan pengertian yang benar. Akibatnya terperosok dalam penerapannya. Ada pemuka agama yang ibaratnya menjadi murung. Ia hanya sekedar mencari tempat bertengger saja. Yaitu pada batang kayu yang baik rimbun, lebat buahnya, kuat batangnya. Untuk kemuliaan hidup baru. Ada orang yang berkedudukan, ada yang ikut orang kaya. Akhirnya di masyarakatkan. Ibaratnya seperti sekedar memperoleh kemuliaan sepele. Jadinya tersesat-sesat. Ada pula yang justru memiliki jalan terpaksa.
Menumpuk kekayaan harta dan istri banyak.
Ada pula yang memilih jalan menguasai putranya. Putra yang bakal menguasai hak asasi orang per orang. Semuanya ingin mendapatkan yang serba lebih di dalam memiliki jalan mereka. Kalau demikian halnya, menurut pendapatku, belumlah mereka disebut pemuka agama yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah, tapi masih berkeinginan pribadi atau berambisi. Agar semua itu menjunjung harkat dan martabat. Tatanan yang tidak pasti, belum bisa disebut manusia utama.
Yang demikian itu menurut anggapannya dan perasaannya mendapatkan kebahagiaan, kekayaan dan mengerti hak yang benar. Bila kemudian tertimpa kedudukan, terlanjur terbiasa. Memilih jalan sembarang tempat, tanpa mengahasilkan jerih payahnya dan tanpa hasil. Dalam arti mengalami kegagalan total. Setidak-tidaknya menimbulkan kecurigaan. Apa kebiasaan ketika hidup didunia. Ketika menghadapi datangnya maut, disitulah biasanya tidak kuat menerima ajal. Merasa berat meninggalkan kehidupan dunia yang tersangkal lagi. Pokoknya masih lekat sekali pada kehidupan duniawi. Begitulah beratnya amencari kemuliaan.
Tidak boleh lagi merasa terlekat kepada anak-istri. Pada saat-saat menghadap ajatnya. Bila salah menjawab pertanyaannya bumi, lebih baik jangan jadi manusia! Kalau matinya tanpa pertanggung jawaban. Bila kau sudah merasa hatimu benar. Akan hidup abadi tanpa hisab. Akibatnya, tubuh bumi itu keterdiamannya tidak membantu. Kesepiannya tidak mencair. Tidak mempedulikan pembicaraan orang lain yang ditujukan kepadanya. Yaitu bagaimana hilang dan mati bersama raganya ialah diidamkannya. Sehingga mempertinggi semedinya, untuk mengejar keberhasilan. Tapi sayang tanpa petunjuk Allah, apalagi hanya semedi semata. Tidak disertai dukungan ilmiu.
BACA SABUNGANNYA >> BACA <<
| Sumber : kedaiislambrahmakumbara.blogspot.co.id
Sebagian orang meyakini bahwa Nabi yang satu ini masih hidup sampai sekarang dan seringkali menyamar sebagai pengamen. Sebagian kalangan juga meyakini bahwa Nabi Khidir adalah orang yang memberikan ijazah kewalian kepada seseorang. Seperti halnya kisah Nabi Khidir memberian bunga kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani untuk memasuki kepemerintahan para wali sedunia. Semua hal itu membuat sosok nabi Khidir as menjadi sosok yang super misterius.
Siapa yang tidak kenal dengan Nabi Khidir. Setiap orang, khususnya orang islam, pasti akrab dengan nama Khidir. Sesosok nabi yang nyentrik ajarannya dan cara penyampaiannya. Ajaran dan penyampaiannya terkadang membuat muridnya dibuat bertanya-tanya. Bahkan sekaliber Nabi Musa pun dibuat bertanya-tanya dengan tingkah laku Nabi Khidir. Cerita bergurunya Nabi Musa ke Nabi Khidir merupakan media Allah untuk menyadarkan Nabi Musa bahwa ada manusia yang lebih pintar dibanding dirinya.
Konon Nabi Musa pernah ditanya oleh umatnya tentang siapa manusia yang paling pintar di dunia ini. Spontan Nabi Musa mengatakan bahwa dirinyalah yang paling pintar. Sikapnya ini mendapat teguran Allah, Nabi Musa kemudian disuruh berguru kepada seseorang yang ilmunya jauh lebih tinggi dibanding dirinya. Allah menunjukkan dimana orang tersebut tinggal. Nabi Musa dapat menemui Nabi Khidir pada pertemuan dua buah lautan (jama’ al bahrain). Tandanya, apabila ia membawa ikan yang sudah masak, kemudian dengan percikan air ikan tersebut bisa hidup kembali, itulah tempat Nabi Khidir berada.
Singkat cerita, Nabi Musa berhasil bertemu dengan Nabi Khidir. Nabi Musa diterima sebagai murid tetapi sejak awal Nabi Khidir sudah mengatakan bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup menjalani semua persyaratan yang diajukannya. Persyaratan itu tidak lain adalah Nabi Musa dilarang bertanya segala tindakan Nabi Khidir sampai ia sendiri menjelaskan kepada Nabi Musa. Nabi Musa pun menyanggupinya. Namun, tidak disangka-sangka tindak laku Nabi Khidir ternyata di luar dugaan dan mengundang Nabi Musa untuk bertanya dengan segala tindakan yang dilakukan sang guru. Merasa Nabi Musa tak sanggup menjalani persyaratan sebagai murid kemudian Nabi Khidir memutuskan berpisah dengan Nabi Musa setelah menjelaskan maksud dari tindakannya.
Bagi kita yang akrab dengan teori pembelajaran modern, dengan segala paradigmanya sebagai seorang pembelajar, apa yang dilakukan Nabi Musa merupakan hal yang wajar. Bahkan, sebagai seorang murid sudah selayaknya murid aktif bertanya kepada sang guru. Tetapi inilah kenyataannya, kenyataan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir yang mewedar ilmu. Nabi Musa tak sanggup menangkap hikmah di balik kejadian. Nabi Musa tak bisa membaca “masa datang” kecuali “masa kini” yang dihadapi. Salahkah Nabi Musa? Jelas di sini tidak bisa dihukumi siapa yang salah dan siapa yang benar. Yang jelas Nabi Musa sendiri telah melanggar perjanjian antara murid dan guru, bahasa kerennya sekarang melanggar kontrak belajar yang telah disepakati.
Lantas siapa Nabi Khidir itu, sampai Allah pun harus menyuruh Nabi Musa untuk berguru kepadanya? Apa kelebihannya? Sosok Nabi Khidir tak hanya terkenal pada cerita Nabi Musa. Menurut cerita, Sunan Kalijaga yang bergelar Syeh Malaya pun pernah bertemu dengan Nabi Khidir di tengah lautan. Saat Sunan Kalijaga hendak menunaikan haji ke Mekkah, beliau bertemu dengan Nabi Khidir dan menyuruhnya Sang Sunan untuk kembali ke tempat tinggalnya sebab yang dicarinya tidak ada, kecuali di hati Sang Sunan sendiri. Sekali lagi, wejangan Nabi Khidir terasa ganjil, namun di balik keganjilannya itu tersimpan berbuku-buku hikmah yang harus direnungkan oleh para muridnya.
Hal yang paling melekat dengan Nabi Khidir adalah lautan (air) dan keunikan ajarannya. Terkadang Nabi Khidir dijuluki “nabi air”, sebab para pencarinya menemukan atau bertemu dengan di air meski ini tidak selamanya. Sedangkan keunikan, keganjilan cara penyampaian bahkan isinya menjadi ciri khas Nabi Khidir. Sehingga Nabi Khidir dijuluki guru hikmah. Nabi Khidir sendiri dianugerahi ilmu laduni; ilmu yang bersifat langsung dari Allah (QS. Al-kahfi : 18: 65). Tak pelak, hal inilah yang menjadikan Khidir sebagai ikon guru ruhani dalam tradisi spiritual Islam. Allah berfirman :
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
(QS. Al-kahfi : 18:65)
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS Al Kahfi: 65)
Keterangan (Departemen Agama Republik Indonesia) :
Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa setelah Nabi Musa dan Yusa' menyusuri kembali jalan yang mereka lalui tadi sampailah keduanya pada batu itu yang pernah mereka jadikan tempat beristirahat. Di sana mereka mendapatkan seorang hamba di antara hamba-hamba Allah ialah Al Khidir yang berselimut dengan kain putih bersih (yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib dan lain lain). Menurut Said bin Jubair, kain putih itu menutupi leher sampai dengan kakinya.
Dalam ayat ini Allah SWT juga menyebutkan bahwa Al Khidir itu ialah orang yang mendapat ilmu langsung dari Allah. Diberikan dengan cara ilham yang ilmunya disebut Ilmu laduni (ilmu dari sisi Tuhan). Ilmu laduni ini diperoleh dengan cara langsung dari Tuhan tanpa perantara. Kejadiannya dapat diumpamakan seperti sinar dari suatu lampu gaib yang sinar itu langsung mengenai hati yang suci bersih, kosong lagi lembut. Ilham ini merupakan perhiasan yang diberikan Allah kepada para kekasih Nya (para wali).
Allah itu Maha Pengasih, Maha Pemurah, dan Maha Penyayang kepada hamba-hambat-Nya. Musa AS berangkat untuk bertemu Khidr AS, seseorang yang telah diberi rahmat oleh Allah. Oleh karena itu, sifat-sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang Allah tercermin padanya. Sifat Allah tersebut telah memungkinkan dirinya menerima pengetahuan yang lebih dari Allah dan menjadi salah satu hamba pilihan-Nya.
Nabi Kihidir adalah putera seorang raja yang Berliau adalah putra seorang raja Persia yang sangat tekun melakukan ibadah kepada Allah SWT.. Ibunya bernama Alha binti Faris (sebagaian riwayat mengatakan bernama “Rumania”) wanita bangsawan keturunan Persia, bibi dari ibu Iskandar Zulqarnain.
Nama aslinya adalah Balya bin Malkan bin lliya bin Ahmad bin Al-Mu’ammar bin Urmiya bin Faligh bin Talia bin Malik bin Abir bin flaakh bin Amaniel bin Nur bin ‘Iyesh bin Ishaq bin Anbar bin Salakh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh a.s. bin Lamak bin Mutawasylikh bin Idris a.s. bin Yard bin Mahlail bin Qainan bin Yanasy bin Syits bin Adam a.s.(Dari Asabath Ibnu Asakir mengatakan bahwa As-Sayyidi)
Sebuah riwayat menyebutkan saat Rasulullah dinaikkan ke langit dengan menunggang punggung buraq bersama sahabatnya. Malaikat Jibril, tiba-tiba ia mencium bau yang harum semerbak. Rasulullah bertanya, “Wahai Jibril, bau wangi apakah ini?" Jibril menjawab, “Bau ini berasal dari seorang raja pada zaman dulu. Ia adalah raja yang punya riwayat menakjubkan pada masanya. Dan, dia hanya memiliki seorang anak, yaitu Khidir.”
Tentang dahlil-dahlil yang menyatakan bahwa Khidir itu telah mati:
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُو
“Kami tidak menjadikan kehidupan abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal”. (QS.Al-Anbiya`: 34)
Pertanyaan :
1. Apakah Mungkin Orang yang sudah Mati Sebelum keberadaan Nabi Muhammad bisa dikatakan Hidup Kekal, dan Jikapun Rasulullah telah wafat mereka akan Kekal, sedangkan ALLAH tak menghendaki mereka Hidup Kekal?
Ingat!!!!...."SEBELUM" Kamu (Muhammad)
Sekarang Abad keberapa setelah wafatnya Rasulullah Muhammad saw?
2. Apakah mungkin orang yang telah mati lalu dihidupkan kembali oleh ALLAH bisa
dianggap kekal sedangkan ia pernah mati, walau kemudian di hidupkan kembali oleh ALLAH?
Ingat!!!! KEKAL adalah tak pernah bisa mati, walaupun satu kali
Jika ia pernah Mati lalu hidup kembali (karena dihidupkan kembali oleh ALLAH) artinya tak bisa dianggap KEKAL
Hanya ALLAH yang KEKAL
Sosok Nabi Khidir as yang Super Misterius (Invisible Master) Ternyata Masih Hidup.
Ibnu Hajar Al- Asqalani di dalam Fath Al-Bari menyanggah pendapat orang- orang yang menganggap Nabi Khidir A.s. telah wafat, dan mengungkapkan makna hadist yang tersebut di atas, yaitu uraian yang menekankan, bahwa Nabi Khidir a.s. masih hidup sebagai manusia. Ia manusia makhsus (dikhususkan Allah). ruhnya lepas meninggalkan Alam Barzah berkeliling di alam dunia dengan jasadnya yang baru (Mutajassidah).
Dalam Hadist Marfu' dari Ibn Umar dan Jabir (R.a.) menyatakan:
"Setelah lewat seratus tahun, tidak seorang pun yang sekarang masih hidup di muka bumi." Ibn Al-Salah, Al-Tsa'labi, Imam Al- Nawawi, Al-Hafiz Ibn Hajar Al- Asqalani dan kaum Sufi pada umumnya; demikian juga Jumhurul-'Ulama' dan Ahl Al- Salah (orang-orang shaleh), semua berpendapat, bahwa Nabi Khidir A.s. masih hidup dengan jasadnya, ia akan meninggal dunia sebagai manusia pada akhir zaman.
Di dalam kitab “Al-Asror Rabbaniyyah wal Fuyudhatur Rahmaniyyah” karya Syeikh Ahmad Shawi Al-Maliki halaman 5 diterangkan yang artinya sebagai berikut: Telah berkata guru dari guru-guru kami, Sayyid Mushtofa Al-Bakri: Telah berkata Al-’Ala’i di dalam kitab tafsirnya bahwa sesungguhnya Nabi Khidir dan Nabi Ilyas as hidup kekal sampai hari kiamat.
Dan dinukilkan al-Maawardi bahwa dia adalah malaikat (yang berjasad dalam rupa bentuk manusia), akan tetapi al-Hafiz bin Abi Dihyah menyerahkan saja perkara ini dengan katanya: “Kami tidak mengetahui adakah baginda malaikat atau nabi atau hamba yang sholeh (yakni wali)
Di antara para komentator besar dan ulama hadis-hadis yang menyatakan bahwa Khidr (as) masih hidup adalah:
• Sarjana hadits terkenal Sheikh al Islam Takiyuddin Abu Omar Ibn as-Shalah,
• Pelestari hadits besar Ibn al-Hajar Askalani,
• Sarjana pelestari hadits besar Kamil Al-Hafidh Abu Jafar Tahawi
• Pemuka agama dan pelestari hadits terkenal sarjana hukum Imam Suyuthi Jalaladdin,
• Imam Rabbani,
• Komentator besar Ibnu Katsir,
• İsmail Hakki Bursevi, penulis Commentary Ruhu'l Beyan dan
• Sarjana besar Islam Bediuzzaman Said Nursi.
Allah Yang Menghidupkan dan Mematikan
"Dialah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya: "Jadilah", maka jadilah ia". (Al-Ghafir : ayat 28)
ALLAH S.W.T berfirman :
"....padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan-Nya, kemudian dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan?”. (Al-baqarah 28)
ALLAH S.W.T berfirman :
"Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan". (QS. Yunus [10] : 56)
Di dalam bukunya yang berjudul “ Mystical Dimensions of Islam " , yang ditulis oleh penulis Annemarie Schimmel , Nabi Khidir dianggap sebagai salah satu Nabi dari empat Nabi (Hidup Kembali setelah Mati) dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Nabi Idris (Henokh), Nabi Ilyas (Elia), dan Nabi Isa (Yesus). Nabi Khidir abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan (Konon di ketahui berasal dari Segitiga Bermuda) Nabi Khidir disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “ Elia versi Muslim ” Orang Muslim Arab biasa memanggilnya El Khudder-The Green. Di antara pendapat awal para cendikiawan Barat , Rodwell menyatakan bahwa “ Karakter Nabi Khidir dibentuk dari " YITRO ” (Karakter yang terbentuk dari AL Kitab atau Wahyu ALLAH seperti yang terdapat dalam Al Kitab Al Qur'an)
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khidr. Beberapa orang mengatakan Khidr adalah gelarnya yang lainnya menganggapnya sebagai nama julukan. Khidir telah disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “Elyas versi Muslim” Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, Nabi pembimbing Nabi yang misterius dan lain lain .. Orang Muslim Arab biasa memanggilnya El Khudder-The Green
Jika Anda ingin tahu arti dari nama Semar Badranaya. Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) artinya adalah samar sedangkan BADRANAYA berasal dari kata Bebadra = Membangun sarana dari dasar. Naya = Nayaka = Rasul utusan Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa
Nabi Khidir Alaihi Salam ( Nama aslinya adalah Balya bin Balkan bin flaakh bin Anbar bin Salakh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh a.s. bin Lamak bin Mutawasylikh bin Idris a.s. bin Yard bin Mahlail bin Qainan bin Yanasy bin Syits bin Adam a.s.) selalu ada di setiap jaman, mengasuh, membimbing dan ilmunya yang diturunkan atau di titiskan, sama seperti Semar Badranaya. Jadi Semar Badranaya adalah gambaran bayangan (Wayang) dari sifat perilaku Nabi Khidir Alaihi Salam Abi Abas Balya Bin Malkan yang menjadi Sinisihan (pendamping atau pasangan) Wahyu
Semar Badranaya atau Semar Ismaya dan Nabi Khidir (Khidir atau Khadir adalah nama julukan nya) adalah orang yang sama yang punya julukan Manusia Setengah Dewa)
Mengapa ia harus disebut hijau, disebut hijau dalam bahasa Arab " Sebuah penjelasan yang mungkin untuk referensi warna Al Khidir , setelah duduk di sebuah gurun tandus, mengubahnya menjadi surga hijau subur. .. Khidr adalah nama julukan bukan nama yang sesungguhnya Nama nya cuma Hamba .. Khidr artinya adalah Hijau sebuah warna Simbol untuk Kesabaran bisa di artikan nama julukannya adalah Sabar .. ALLAH memberi nama Nabi Khidir dan menamainya Innallaha Ma'asshabirin .. Nama Khidir bisa di arti kan atau dihubungkan dengan PENGEMBARA ABADI (karena hidup abadi)
Semasa pemerintah Iskandar Agung, Nabi Khidir diangkat menjadi wazir utama. Konon, Raja Zulkarnain didatangi malaikat, raja menggunakan kesempatan pertemuan tersebut untuk bertanya perihal tentang jalan yang bisa ditempuh manusia supaya tidak mati hingga hari kiamat datang. Malaikat menceritakan bahwa ada ma’ul hayat (air kehidupan). Siapa saja yang dapat meminumnya walaupun sedikit, dia tidak akan mati, kecuali nanti waktu sangkakala ditiup. Raja kesengsem dengan jawaban malaikat. Malaikat pun menceritakan bahwa air tersebut berada di daerah kutub, sangat samar, hampir dikatakan gelap.
Raja bersama rombongan, tak terkecuali Nabi Khidir, berusaha mencari air kehidupan tersebut. Sayangnya, setelah lama mencarinya tidak kunjung pula air tersebut ditemukan. Hanya Nabi Khidir-lah yang menemukan air tersebut kemudian meminumnya. Itulah mengapa Nabi Khidir tetap hidup hingga saat ini.
Kedatangan dan pertemuan dengan Nabi Khidir memang tidak bisa dijadwalkan. Ia datang tak diundang, pergi pun sesuka hatinya. Dia hadir jika ada yang membutuhkan dengan niat tulus dan terkadang kedatangannya untuk menyadarkan orang yang didatangi. Seperti yang dialami oleh raja besar di Balkha. Raja ini merupakan raja yang kaya banyak pengawalnya. Suatu malam sang raja dikejutkan oleh suara di atas atap rumah. Ketika ditanya orang yang berada di atas itu menjawab bahwa dia sedang mencari untanya yang hilang. Seketika sang raja mengatakan aneh, sebab mencari unta di atas atap. Tetapi laki-laki itu malah menjawab kelakuan sang raja lebih aneh lagi sebab mencari ridho Allah kok berbalut dengan kemewahan.
Begitu pula saat sang raja mengadakan sidang bersama punggawanya, tiba-tiba datang seorang laki-laki tanpa permisi. Ketika ditanya apa keperluannya, sang laki-laki itu mengatakan bahwa istana ini hanya peristirahatan para kafilah. Tentu saja sang raja marah sebab istana disebut sebagai tempat peristirahatan.
“Ini bukan persinggahan para kafilah yang kelelahan. Ini adalah istanaku, “ bentak sang raja merasa terhina.
“Istanamu? Sebelum engkau, siapa yang menempatinya?”
“Bapakku”
“Sebelum bapakmu, siapa yang punya?”
“Kakekku”
“Sebelum kakekmu?”
“Bapak dari kakekku.”
“Sekarang mereka berada di mana?”
“Mereka sudah meninggal dunia”
“Berarti tepat benar: tempat ini adalah persinggahan sementara saja. Nanti sebentar lagi engkau juga akan meninggalkannya.” Kemudian orang itu hilang. Ternyata orang itu tidak lain adalah Nabi Khidir yang datang memberi nasehat agar menyadari bahwa kehidupan dunia itu fana belaka, bukan tujuan utama setiap manusia beriman.
Lampu gantung di bawah kubah Hagia Sophia. Selama berabad-abad, keyakinan tersebar luas bahwa Khidir hadir di sini dan memenuhi perannya sebagai pelindung bangunan. Beberapa sarjana Turki dan penyair juga dikabarkan bahwa mereka telah bertemu Khidr di tempat ini.
Khidir adalah nama seorang anak cucu Adam AS yang taat beribadah kepada Allah SWT dan ditangguhkan ajalnya. (Riwayat Ibnu Abbas). Berikut ini akan beberapa kesaksian orang-orang yang pernah bertemu dengan Nabi Khidir AS, dan disarikan dari beberapa sumber yang terpilih:
Rasulullah Muhammad S.A.W.
Ketika Rasulullah SAW sedang berada di dalam masjid, beliau mendengar orang berkata: “Ya Allah SWT, tolonglah aku atas apa yang bisa menyelamatkan aku dari apa yang paling aku takuti.” Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Mengapa orang itu tidak menyertakan pasangan do’anya ini; Ya Allah SWT, berilah kepadaku kerinduan orang-orang shaleh yang paling mereka rindukan.” Kemudian Rasulullah SAW menyuruh sahabat Anas untuk mengatakan apa yang dikatakan itu kepada orang tersebut. Setelah Anas menyampaikan kepadanya, orang itu berkata: “Ya Anas, katakan kepada Rasulullah SAW bahwa Allah SWT telah memberi kelebihan karunia kepadanya diatas para Nabi seperti kelebihan kepada umatnya diatas umat para Nabi, seperti kelebihan bulan Ramadhan atas bulan-bulan lainnya, dan memberi kelebihan hari Jum’at atas hari-hari yang lainnya. Lalu orang itu berdo’a: “Ya Allah SWT, jadikanlah aku termasuk golongan umat yang dimuliakan ini.” Orang tersebut adalah Khidir, kata Anas. (Riwayat Ibnu Addi dalam Al Kamil).
Abu Bakar As Shiddiq
Pada waktu wafatnya Rasulullah SAW, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki berjenggot lebat dan bertubuh tegap masuk kedalam lalu dia menundukkan kepalanya sambil mencucurkan air mata. Kemudian dia segera menemui para sahabat Nabi yang ada disana dan berkata: “Sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan balasan pada setiap musibah, pengganti pada setiap yang hilang dan khalifah pada setiap yang tiada. Maka kembalikanlah segalanya kepada Allah SWT dan berharaplah kepada-Nya. Allah SWT telah mempersiapkan segalanya untuk kalian dan ketahuilah bahwasannya yang ditimpa musibah adalah orang yang tidak terpaksa.” Lalu orang itu pergi, dan para sahabat saling bertanya siapakah gerangan orang terserbut, lalu Abu Bakar segera menjawab: “Dia adalah Khidir saudara Rasulullah SAW.” (Riwayat Baihaqi dari Anas bin Malik).
Umar bin Khattab ra.
Pada waktu Umar akan menshalatkan mayit, tiba-tiba terdengar suara berbisik dari belakang “Tunggu saya, wahai Umar”. Maka Umar menunggu dia hingga dia masuk kedalam shaf dan mulai bertakbir. Dalam do’anya Umar berkata: “Jika Engkau mengadzabnya berarti dia durhaka kepada-Mu, tetapi jika Engkau mengampuni dia, maka sesungguhnya dia sangat membutuhkan rahmat-Mu, Ya allah SWT.” Setelah mayat dikuburkan, seorang laki-laki memperbaiki tanah kuburannya sambil berkata “Beruntunglah kamu wahai penghuni kubur, jika kamu tidak menjadi orang yang mengaku, menyimpan atau menentukan.” Umar berkata “Bawalah orang itu kemari, akan kutanyakan tentang shalatnya dan pembicaraannya itu.” Maka seorang laki-laki pergi mencarinya, tetapi orang itu sudah tidak ada, kecuali hanya bekas telapak kakinya di tanah yang besarnya kira-kira satu hasta. Lalu Umar berkata “Demi Allah SWT, dia itu Khidir yang pernah diceritakan Rasulullah SAW kepadaku.” (Riwayat Muhammad bin Munkadir).
Ali bin Abi Thalib k.w.
Pada waktu aku sedang melakukan thawaf, tiba-tiba kulihat seorang laki-laki sedang bergantung pada kelambu Ka’bah sambil berdoa: “Ya Allah SWT, yang tidak direpotkan oleh sebutan-sebutan yang elok dan tidak disilapkan oleh permintaan- permintaan yang banyak dan tidak disibukkan oleh pengaduan-pengaduan yang bertubi-tubi, dicicipilah aku dengan dinginnya ampunan-Mu, dan manisnya rahmat-Mu.” Ali berkata: “Wahai hamba Allah SWT, ulangilah perkataanmu itu?”Kata orang itu: “Apakah anda mendengarnya.” Ali menjawab: “Ya.”Lalu orang itu berkata: “Demi Khidir yang jiwanya dalam genggaman-Nya, siapa-siapa orang yang mengucapkan do’a itu pada setiap selesai shalat fardhu maka pasti dia akan mendapatkan ampunan dosa-dosanya dari Allah SWT, sekalipun dosa-dosanya itu laksana bilangan pasir dan seperti butir-butir air hujan atau bagaikan banyaknya daun-daun pepohonan.” (Riwayat Al Khathib dalam tarikh Bagdad dari Sufyan At Tsauri).
Al Walid bin Abdil Malik bin Marwan
Al Walid bin Abdil Malik bin Marwan adalah pendiri masjid Jami’ Damsyiq. Pada suatu malam dia hendak melakukan ibadah di dalam masjid, dan dia minta kepada semua yang biasa bangun malam untuk membiarkan dia sendirian melakukan ibadah tanpa ditemani mereka. Pada tengah malam dia datang ke masjid melalui pintu samping. Tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki sedang bershalat diantara pintu Sa’at dan pintu Khadlra’. Al Walib berkata: “Bukankah aku telah menyuruh kalian agar aku tidak ditemani, dan membiarkan aku sendirian di dalam masjid?” Mereka menjawab: “Ya Amirul Mukminin, dia itu Khidir yang selalu datang bershalat disini setiap malam.” (Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Damsyiq).
Ibrahim At Taimy
Ibrahim At Taimy seringkali melihat dan berkumpul dengan Khidir.
Dia berkata: “Bahwasannya saya pernah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda kepadaku: “Segala riwayat tentang Khidir itu adalah benar karena dia adalah paling alimnya penduduk bumi ini, dan tokoh pengganti (Wali Abdal) dan dia termasuk tentara Allah SWT (Jundullah) yang dipersiapkan." (Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Bagdad).
Umar bin Abdil Aziz
Aku melihat seseorang berjalan bersama Umar bin Abdil Aziz, sambil menggandeng tangannya. Dalam hati aku bertanya, barangkali orang ini kurang normal. Setelah dia selesai bersembahyang, aku bertanya kepadanya: “Siapakah gerangan orang yang menggandeng tanganmu, Ya Amirul Mukminin?”
Dia bertanya: “Apakah kamu melihatnya?” Ku jawab: “Ya.” Dia berkata: “Dia itu Khidir, tidak kulihat orang seshalih dia. Dia yang selalu menghimbau aku agar aku bersikap bijak dan adil.” (Riwayat Abu Nuaim, dalam Al Hilyah, dan Abi Sufyan dari Sirri bin Yahya dari Ribah bin Ubaidillah).
Ibrahim Al Khawash
Dalam perjalananku, aku merasa sangat haus sehingga aku terjatuh pingsan tak sadarkan diri. Tiba-tiba aku merasakan ada percikan air pada wajahku. Setelah ku buka mataku, kulihat seorang pemuda tampan menunggang seekor kuda, berpakaian hijau dan memakai sorban berwarna kuning memberi minum kepadaku, sambil berkata kepadaku: “Naiklah dibelakangku.” Tidak seberapa lama dari itu, aku sudah sampai di Madinah. Dia berkata kepadaku: “Turunlah, dan sampaikan salamku kepada Rasulullah SAW. Katakanlah kepada beliau bahwa Khidir menyampaikan salam.” (Riwayat Nabhani dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya).
Bisyir Al Hafi
Aku mempunyai sebuah kamar khusus untuk tempat ibadahku. Aku keluar dan mengunci pintunya sedangkan kunci ada di tanganku. Setelah aku kembali, tiba-tiba kulihat seorang laki-laki sedang bersembahyang di dalam, lalu dia berkata: “Jangan takut, aku ini saudaramu, Khidir.” Aku berkata: “Ajarilah aku sesuatu?” Dia berkata: “Bacalah Astaghfirullah min kulli syaiin, dan Astaghfirullah min kulli ‘aqdin (Riwayat An Nabhani dalam kitab Jami’ Karamatil Auliya).
Abdul Hakim At Turmudzi
Abu Bakar Al Waraq, murid dari Abdul Hakim At Turmudzi berkata: “Bahwasannya Khidir AS sering datang menjumpai gurunya pada setiap hari Ahad, dan mereka saling berbincang-bincang tentang beberapa kasus atau hal keadaan.” Al Hujuwairi selanjutnya menceritakan bahwa Abu Bakar Al Waraq berkata: “Muhammad bin Ali Al Hakim, pernah memberikan kertas kepadaku sambil berkata: “Lemparkan kertas ini kedalam laut.” Tetapi aku tidak melaksanakan perintahnya dan kertas itu kusimpan dilemari rumahku karena hatiku dihantui rasa was-was. Kemudian aku pergi mendatangi Al Hakim dan kukatakan bahwa aku sudah melemparkan kertas itu. Maka dia bertanya kepadaku: “Apa yang kamu dapatkan?” Ku jawab: “Tidak kudapati sesuatu apapun.” Katanya: “Kalau begitu, tentu kamu tidak melemparkan kertas itu. Maka kembalilah dan lemparkan kertas itu ke laut.” Kemudian aku kembali dan ku lemparkan kertas itu kedalam laut setelah rasa was-was lenyap dari perasaanku. Tiba-tiba air laut itu terbelah, dan muncullah sebuah kotak dalam keadaan terbuka. Kemudian kudekati kotak itu dan kututup, lalu aku kembali kepada Al Hakim dan menceritakan apa yang terjadi, dan dia berkata: “Nah, kalau sekarang kamu benar-benar telah melemparnya.”Aku bertanya: “Wahai guruku, apakah rahasia semua ini?” Dia menjawab: “Aku telah mengarang beberapa buku tentang Ushul dan komentarnya, tetapi sangat sulit dipahami dan tidak dimengerti. Maka Khidir meminta kepadaku naskah-naskah tersebut. Kemudian Allah SWT memerintahkan air untuk menyampaikannya kepada Khidir.”(Riwayat Al Hujawairi dalam Kasyfil Mahjub).
Abdul Malik At Thabari
Tajul islam Abu Saad As Sam’ani berkata: “Aku pergi menunaikan ibadah haji bersama ayahku. Setelah usai melaksanakan ibadah haji, ayahku mengajakku pergi ke rumah Abdul Malik At Thabari, katanya: “Aku dengar dari salah seorang sufi terkemuka bahwa dia pernah duduk-duduk di dalam Masjidil Haram bersama syekh Abdul Malik At Thabari. Tiba-tiba seseorang masuk dari pintu masjid an berkata kepada syekh Abdul Malik At Thabari “Apakah besok pagi kita akan pergi ke Madinah?” Syekh Abdul Malik At Thabari menjawab “Ya.” Orang-orang bertanya kepada syekh Malik siapakah laki-laki tersebut, dan dijawab oleh Syekh Malik bahwa laki-laki itu adalah Khidir AS. (Riwayat Ibnu Munawwir).
Abu Bakar Al Kattani
Dia adalah seorang tokoh terkemuka, seorang alim yang punya kharisma dan kuat bermujahadah. Di antara mujahadahnya yang sulit di tiru orang biasa adalah dia senantiasa dalam keadaan suci dalam satu hari satu malam, berdiam di bawah kubbah Masjidil Haram selama tiga puluh tahun dan tidak pernah tidur.
Pada suatu hari, seorang laki-laki berwibawa masuk melalui pintu Abi Syaibah, lalu mendekatinya dan memberi salam kepadanya sambil berkata: “Hei Abu Bakar mengapa anda tidak pergi ke Maqam Ibrahim bersama orang-orang yang sedang mendengarkan pelajaran hadist Nabi.” Abu Bakar mengangkat kepalanya dan berkata: “Wahai guruku, kebanyakan hadist-hadist yang disampaikan mereka itu semuanya tanpa sanad, sedangkan aku dapat menjelaskan dari sini dengan sanad-sanadnya yang panjang.” Orang itu bertanya: “Dari siapa anda mendengarnya?” Abu Bakar menjawab: “Allah SWT sendiri yang mengajarkannya ke dalam hatiku.” “Coba buktikan hal itu kepadaku”, Kata orang itu. Jawab Abu Bakar: “Buktinya adalah bahwa kamu adalah Khidir AS.” (Riwayat Ibnu Munawwir).
Abu Abbas Al Qasshab
Ketika Syekh Abu Abbas berada di Naisabur, tiba-tiba datang seorang laki-laki kepadanya sambil berkata: “Aku ini orang asing, datang ke kota ini yang kudapati penuh dengan seruanmu, dengan jagamu dan karamatmu. Maka sekarang ini aku ingin agar kamu memperlihatkan salah satu di antara itu kepadamu.”
Syekh menjawab: “Bukankah yang anda lihat ini adalah satu dari karomah? Bahwasannya Abu Qasshab mempelajari ilmu ini dari ayahnya, dan dia melihat kecerdasan otaknya maka dia dikirim ke Bagdad, lalu dipertemukan dengan Syekh As Syibli yang selanjutnya syekh As Syibli mengirimnya ke Mekkah, lalu ke Madinah, kemudian ke Baitul Maqdis dan Allah SWT mempertemukannya dengan Khidir sehingga hatinya terpaut dalam cinta kepada-Nya dan bersahabat intim dengannya hingga ia kembali lagi ke tempat ini.”
(Riwayat Ibnu Munawwir).
Syekh Abdul Qadir Al Jailani qs.
Pada waktu aku pertama kali memasuki kota Irak, Khidir datang menemui aku, lalu memberi isyarat kepadaku agar aku mematuhi apa yang diperintahkannya kepadaku, katanya: “Duduklah kamu di tempat ini dan jangan beranjak sedikitpun hingga aku datang kembali kemari.” Maka aku duduk di tempat itu selama tiga tahun. Pada tahun pertama, Khidir datang menjengukku dan berkata: “Teruskan saja tinggal di tempat ini sampai aku datang lagi menjengukmu disini.”
Demikianlah, aku duduk diatas puing-puing reruntuhan kota Madain. Pada tahun pertama aku tidak makan kecuali rerumputan saja dan tidak pernah minum air walaupun hanya seteguk. Pada tahun kedua, aku tidak makan walaupun rerumputan, tetapi hanya minum air saja selama satu tahun. Dan pada tahun ketiga, makan, minum dan tidur dapat kutahan, dan sama sekali tidak kulakukan. Pada suatu malam dan udara sangat dingin laksana salju, aku mencoba memejamkan mataku diatas reruntuhan istana Kaisar Persia di kota itu juga. Anehnya pada malam itu aku bermimpi keluar mani sebanyak empat puluh kali, dan setiap kali bermimpi aku segera mandi wajib. Maka pada malam itu juga aku mandi wajib sebanyak empat puluh kali agar aku tetap dalam keadaan suci. Setelah mandi yang terakhir aku segera bangun dan berdiri melakukan ibadah supaya tidak tertidur lagi. (Riwayat Abu Su’ud Al Haraimi dalam Qalaid Al Jawahir).
An Nuri
An Nuri seringkali berkumpul bersama Khidir dan mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan olehnya. Tempat pertemuan mereka biasanya didalam masjid di pintu Faradis dalam masjid Damsyiq yang sekarang dikenal dengan kuburan Sayyidah Ruqayyah. (Riwayat Muhammad Amin Al Umari).
Muhammad Syah An Naqsyabandi ra.
Seorang sahabat dekat Syah pada suatu hari bermaksud untuk menemuinya dirumahnya. Setibanya disana, ia mendapatkan Syah sedang berbincang-bincang dengan seorang laki-laki dikebunnya, tapi ia sendiri tidak mengenal siapa teman berbicara Syah tersebut. Setelah memberi salam, laki-laki itu mundur ke pinggir kebun, lalu dia bertanya kepada Syah yang dijawab: “Dia itu Khidir.” Dua atau tiga hari setelah itu, ia mendapatkan Syah sedang asyik berbicara dengan laki-laki itu lagi. Tetapi dua bulan kemudian, ia bertemu dengan laki-laki itu di pasar Bukhara. Dia tersenyum kepadanya maka ia mengucapkan salam kepadanya, lalu dia memeluknya dan menanyakan halnya. Setelah ia kembali dan memberitahukan kepada Syah, maka dikatakan kepadanya bahwa ia sebenarnya telah bertemu dengan Khidir di pasar itu. (Riwayat Al Khani dalam Al Hadaiq Alwardiyah Fi Haqaiq Ajla’ An Naqsyabandiyah).
Abul Hasan Asy Syadzali
Syekh Abul Hasan berkata: “Aku bertemu dengan Khidir di padang Sahara, lalu dia berkata kepadaku: “Hei Abu Hasan semoga Allah menyertai dirimu dengan kehalusan yang indah. Sesungguhnya kamu memiliki sahabat baik di rumah maupun di dalam perjalanan. (Riwayat Ibnu Atha’ dalam Lathaif Al Minan).
Abu Su’ud bin Syibli
Abu Su’ud sedang menyapu di madrasah gurunya yaitu Syekh Abdul Qadir Jailani. Tiba-tiba didepannya telah berdiri Khidir dan memberi salam kepadanya. Maka Abu Su’ud mengangkat kepalanya dan menjawab salamnya, kemudian ia kembali melakukan pekerjaannya dan tidak memperdulikan Khidir.
Maka Khidir berkata kepadanya: “Kenapa kamu tidak memperdulikan aku seolah-olah kamu tidak mengenalku?” Jawab Abu Su’ud: “Aku kenal kepadamu, Khidir kan? Kamu tahu bahwa aku sedang sibuk berkhidmat kepada guruku.” Setelah Khidir memberitahukan hal itu kepada Syekh Abdul Qadir Jailani, dia menjawab: “Memang, dia tidak mau meninggalkan keutamaannya untuk yang lain.” (Riwayat Muhyiddin dalam Futuhat).
Abu Abdillah Al Qurasyi
Isteri Al Qurasyi pergi meninggalkan suaminya sendirian didalam kamar karena dia sedang sakit. Tidak jauh dia melangkahkan kakinya, tiba-tiba ia mendengar suaminya sedang berbicara dengan seseorang. Maka dia kembali dan menanyakan kepada suaminya, siapakah teman suaminya itu. Jawabnya: “Dia Khidir datang memberikan buah Zaitun kepadaku sebagai obat penyakitku ini dari tanah Nejed, tapi aku menolaknya.
(Riwayat Ibnu Atha’ dalam Al Minan).
Muhyiddin Ibnu Arabi dan Abul Abbas Al Arabi
Ketahuilah wahai wali yang dikasihi Allah SWT, bahwasannya wali autad (pasak) adalah Khidir sahabat Musa AS. Dia diberi umur panjang sampai sekarang, dan kami mempercayai orang-orang yang pernah melihat dia serta menyepakati akan hal-ikhwalnya yang penuh keajaiban itu. Di sebuah jalan menuju rumahku, aku bertemu dengan seseorang yang tidak aku kenal. Lalu dia mengucapkan salam kepadaku sambil berkata: “Wahai Muhammad, benar Syekh Abul Abbas Al Arabi!” Kujawab: “Ya.” Setelah kuberitahukan kepada guruku, dia berkata bahwa yang kutemui di jalan itu adalah Khidir. Pernah pula pada suatu ketika aku berada di Tunis, sedang naik perahu dalam keadaan sakit perut sementara penumpang lainnya pada tidur nyenyak. Maka aku berdiri dipinggir perahu sambil melihat lautan yang luas itu. Tiba-tiba kulihat seorang dari kejauhan di bawah sorotan sinar bulan purnama, sedang menundukkan kepalanya pada permukaan air. Setelah perahu semakin dekat kepadanya, nampak dia sedang berdiri pada sebuah kakinya sedang kakinya yang kiri diangkat keatas. Anehnya kakinya itu tidak basah dengan air. Demikian pula setelah satu kakinya diangkat, nampak tidak ada air yang melekat. Setelah memberi salam kepadaku dan berbicara seperlunya dia pergi ke tepi pantai mencari tempat berlindung di bawah menara. Dia hanya memerlukan dua langkah untuk menuju ke menara itu, padahal jaraknya sekitar dua mil dari pantai. Dari bawah menara jelas suaranya kudengar sedang bertasbih kepada Allah SWT. Sesampainya di daratan kota Tunis pada malam hari, aku bertemu dengan seorang laki-laki yang bertanya kepadaku: “Bagaimana halmu semalam bersama Khidir di tengah lautan, apa yang dibicarakannya kepadamu dan apa yang kamu bicarakan kepadanya?”
Tidak seberapa lama sesudah peristiwa itu, aku berjalan-jalan di tepi pantai bersama dengan temanku yang paling tidak mempercayai hal-hal yang luar biasa, atau keajaiban orang-orang shalih (wali). Ketika kami masuk ke dalam sebuah masjid untuk melakukan shalat Dzuhur, dan disana aku bertemu dengan orang yang pernah bertemu denganku di tengah laut, yang katanya bernama Khidir itu. Kemudian dia mengambil tikar di mihrab masjid dan digelar di udara setinggi tujuh hasta dari tanah. Lalu dia berdiri diatas tikar dan melakukan shalat sunnat. Aku berkata pada temanku: “Coba lihat itu bagaimana menurut pendapatmu?”
Jawabnya: “Datangilah dia dan tanyakan kepadanya.” Segera kudatangi dia. Selesai dia melakukan shalat sunnat, kuucapkan salam kepadanya dan kusampaikan keherananku melihat semua yang telah kulihat, ketika berada dihadapanya. Dia berkata kepadaku: “Wahai kawanku, yang kulakukan ini adalah sebagai jawaban bagi temanmu yang tidak mempercayai hal-hal di luar kebiasaan (karomah) itu.”
Lalu ku tanyakan kepada temanku itu, bagaimana menurutnya sekarang, tetapi dia hanya menjawab: “Apa yang dilihat mata adalah apa yang dikatakan.” (Riwayat Ibnu Arabi dalam Al Futuhat).
Nabi Khidir Hadir Dalam Pengurusan Jenazah Nabi s.a.w.
Apabila Rasulullah s.a.w. baru saja wafat, diriwayatkan ketika Saiyidina Ali Bin Abu Talib r.a. meletakkan jasad baginda di atas tempat tidur, tiba-tiba terdengar satu suara ghaib dari sudut rumah berseru dengan nada yang tinggi; "Jangan kamu mandikan jenazah Muhammad karena ia adalah suci lagi pula ia membawa kesucian."
Syaidina Ali merasa curiga lalu bertanya: "Siapa kau?, bukankah Rasulullah menyuruh kami memandikannya." Kemudian terdengar pula suara ghaib yang lain berseru: "Hai Ali ! Mandikanlah beliau. Suara ghaib yang pertama itu adalah suara iblis yang terkutuk karena dengki terhadap Nabi Muhammad s.a.w. dan bermaksud supaya Muhammad dimasukkan ke dalam liang kuburnya tanpa dimandikan." Kata Syaidina Ali pula: "Semoga Allah membalas engkau dengan kebaikan karena engkau telah memberitahu bahwa suara itu adalah iblis. Siapa dirimu sebenarnya?" "Aku adalah Khidir, aku datang untuk menghadiri jenazah Nabi Muhammad s.a.w." Jawab suara itu. Kemudian Saiyidina Ali pun memandikan jenazah Rasulullah sedang Al-Fadhal Bin Abbas dan Usman Bin Zaid mengambil air dan Malaikat Jibril datang membawa harum-haruman dari syurga. Mereka mengkafan dan menguburkan baginda Rasul di kamar rumah Siti Aishah pada malam Rabu dan ada yang mengatakan pada malam Selasa
Pertemuan Nabi Khidir dan Ibrahim bin Adham
Siapa Ibrahim bin Adham itu. Beliau adalah seorang Raja Baikh yang meninggalkan istana untuk menjadi seorang sufi. pada saat ketenaran Ibrahim bin Adham sudah tersebar luas, dia meninggalkan gua pertapaannya dan pergi menuju Mekah.
Dialah salah seorang sufi teladan umat Islam yang terkenal. Naga pun berusjud di hadapannya.
Kisah.
Di tengah padang pasir, Ibrahim berjumpa dengan seorang tokoh besar agama yang mengajarkan kepadanya nama-nama Teragung dari Allah SWT. Dengan Nama yang teragung itulah Ibrahim menyebut Allah SWT dan sesaat kemudian ia dikarunia bertemu dengan Nabi Khidir as. "Ibrahim," kata Nabi Khidir as. "Saudaraku Daudlah yang mengajarkan kepadamu nama-nama Teragung dari Allah SWT itu," kata Nabi Khidir as lebih lanjut. Haa .. jadi yang tadi adalah Nabi Daud as yang menjumpai Ibrahim bin Adham. Kemudian mereka berbincang-bincang mengenai berbagai masalah. Dari perbincangan itulah Ibrahim menyerap berbagai ilmu hakiki. Dengan seizin Allah SWT, Nabi Khidir as adalah manusia pertama yang telah menyelamatkan Ibrahim.
Selanjutnya, perjalanan diteruskan menempuh ganasnya padang pasir. Sesampainya di Dzatul Irq, Ibrahim bertemu dengan 70 orang yang berjubah kain perca tergeletak mati dan darah mengalir dari hidung dan telinga mereka. Ibrahim berjalan mengitari mayat-mayat tersebut dan ternyata salah seorang dari mereka masih hidup.
"Anak muda, apakah yang telah terjadi?" tanya Ibrahim. Orang itu menjawab, "Wahai manusia, beradalah di dekat air dan tempat shalat, janganlah menjauh agar engkau tidak dihukum. Tetapi jangan pula terlalu dekat agar engkau tidak celaka. Tidak seorangpun boleh bersikap terlampau berani di depan sultan. Takutilah sahabat yang membantai dan memerangi para peziarah ke tanah suci seakan-akan mereka itu orang-orang kafir Yunani." "Siapakah kalian?" tanya Ibrahim. "Kami adalah rombongan sufi yang menembus padang pasir dengan berpasrah kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan mengucapkan sepatah katapun di dalam perjalanan kecuali hanya mengingat Allah SWT. Dan kami tidak peduli kepada sesuatu pun selain kepada-Nya." jawab orang itu.
Nasihat Nabi Khidir A.S Kepada Syaikh Malaya atau Sunan Kalijaga
“ Matahari berbeda dengan Bulan “, perbedaannya terdapat pada cahaya yang dipancarkannya sudahkah hidayah iman terasa dalam dirimu? Tauhid adalah pengetahuan penting untuk menyembah pada Allah, juga makrifat harus kita miliki untuk mengetahui kejelasan yang terlihat, ya ru’yat (melihat dengan mata telanjang) sebagai saksi adanya yang terlihat dengan nyata.
Maka dari itu kita dalami sifat dari Allah, sifat Allah yang sesungguhnya, Yang Asli, asli dari Allah. Sesungguhnya Allah itu, allah yang hidup. Segala afalnya (perbuatanya) adalah bersal dari Allah. Itulah yang demaksud dengan ru’yati. Kalau hidupmu senantiasa kamu gunakan ru’yat, maka itu namanya khairat (kebajikan hidup). Makrifat itu hanya ada di dunia. Jauhar awal khairat (mutiara awal kebajikan hidup), sudah berhasil kau dapatkan. Untuk itu secara tidak langsung sudah kamu sudah mendapatkan pengawasan kamil (penglihatan yang sempurna). Insan Kamil (manusia yang sempurna) berasal dari Dzatullah (Dzatnya Allah). Sesungguhnya ketentuan ghaib yang tersurat, adalah kehendak Dzat yang sebenarnya. Sifat Allah berasal dari Dzat Allah. Dinamakan Insan Kamil kalau mengetahui keberadaan Allah itu. Bilamana tidak tertulis namamu, di dalam nuked ghaib insan kamil, itu bukan berarti tidak tersurat. Ya, itulah yang dinamakan puji budi (usaha yang terpuji). Berusaha memperbaiki hidup, akan menjadikan kehidupan nyawamu semakin baik. Serta badannya, akan disebut badan Muhammad, yang mendapat kesempurnaan hidup”. Syekh Malaya berkata lemah lembut, “mengapa sampai ada orang mati yang dimasukkan neraka? Mohon penjelasan yang sebenarnya”.
Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan tersemyum manis, “Wahai Malaya! Maksudnya begini. Neraka jasmani juga berada di dalam dirimu sendiri, dan yang diperuntukkan bagi siapa saya yang belum mengenal dan meniru laku Nabiyullah. Hanya ruh yang tidak mati. Hidupnya ruh jasmani itu sama dengan sifat hewan, maka akan dimasukkan ke dalam neraka. Juga yang mengikuti bujuk rayu iblis, atau yang mengikuti nafsu yang merajalela seenaknya tanpa terkendali, tidak mengikuti petunjuk Gusti Allah SWT. Mengandalkan ilmu saja, tanpa memperdulikan sesama manusia keturunan Nabi Adam, itu disebut iman tadlot. Ketahuilah bahwa umat manusia itu termasuk badan jasmanimu. Pengetahuan tanpa guru itu, ibarat orang menyembah tanpa mengetahui yang disembah. Dapat menjadi kafir tanpa diketahui, karena yang disembah kayu dan batu, tidak mengerti apa hukumnya, itulah kafir yang bakal masuk neraka jahanam.
Adapun yang dimaksudkan Rud Idhafi adalah sesuatu yang kelak tetap kekal sampai akhir nanti kiamat dan tetap berbentuk ruh yang berasal dari ruh Allah. Yang dimaksud dengan cahaya adalah yang memancar terang serta tidak berwarna, yang senantiasa meserangi hati penuh kewaspadaan yang selalu mawas diri atau introspeksi mencari kekurangan diri sendiri serta mempersiapkan akhir kematian nanti. Merasa sebagai anak Adam yang harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan.
Ruh Idhafi seudah ada sebelum tercipta. Syirik itu dapat terjadi, tergantung saat menerima sesuatu yang ada, itulah yang disebut Jauhar Ning. keenamnya jauhar awal. Jauhar awal adalah mutiara ibaratnya. Mutiara yang indah penghias raga agra nampak menarik. Mutiara akan tampak indah menawan. Bermula dari ibarat ketujuh, dikala mendengarkan sabda Allah, maka Ruh Idhafi akan menyesuaikan, yang terdapat di dalam Dzat Allah Yang Mutlak. Ruh serba psrah kepada Dzatullah, itullah yang dimaksudkan Ruh Idhafi. Jauhar awal itu pula, yang menimbulkan Shalat Daim. Shalat Daim tidak perlu mengunakan air wudhu, untuk membersihkan khadas tidak disyaratkan. Itulah shalat batin yang sebenarnya, diperbolehkan makan tidur syahwat maupun buang kotoran, demikianlah tadi cara shalat Daim. Perbuatan itu termasuk hal terpuji, yang sekaligus merupakan perwujudan syukur kepada Allah. Jauhar tadi bersatu padu menghilangkan sesuatu yang menutupi atau mempersulit mengetahui keberadaan Allah Yang Terpilih. Adanya itu menujukkan adanya Allah, yang mustahil kalau tidak berwujud sebelumnya.
Kehidupan itu seperti layar dengan wayangnya, sedang wayang itu tidak tahu warna dirinya. Akibat junub sudah bersatu erat tetap bersih badan jisimmu. Adapun Muhammad badan Allah. Nama Muhammad tidak pernah pisah dengan nama Allah. Bukakah hidayah itu perlu diyakini? Sebagai pengganti Allah? Dapat pula disebut utusan Allah. Nabi Muhammad juga termasuk badan mukmin atau orang yang beriman. Ruh mukmin identik pula dengan Ruh Idhafi dalam keyakinanmu. Disebut iman maksum, kalau sudah mendapat ketetapan sebagai panutan jati. Bukankah demikian itu pengetahuanmu? Kalau tidak hidup begitu, berarti itu sama dengan hewan yang tidak tahu adanya sesuatu di masa yang telah lewat. Kelak, karena tidak mengetahui ke-Islaman, maka matinya tersesat, kufur serta kafir badannya namun bagi yang telah mendapatkan pelajaran ini, segala permasalahan dipahamilebih seksama baru dikerjakan, Allah itu tidak berjumlah tiga yang menjadi suri tauladan adalah Nabi Muhammad.
Bukankah sebenarnya orang kufur itu, mengingkari empat masalah prinsip. Di antaranya bingung karena tiada pedoman manusia yang dapat diteladani. Kekafiran mendekatkan pada kufur kafir. Fakhir dekat dengan kafir. Sebabnya karena kafir itu, buta dan tuli tidak mengerti tentang surga dan neraka. Fakhir tidak akan mendekatkan pada Tuhan. Tidak mungkin terwujud pendekatan ini, tidak menyembah dan memuji, karena kekafirannya. Seperti itulah kalau fakhir terhadap Dzatullah. Dan sesungguhnya Gusti Allah, mematikan kefakhiran manusia, kepastianny ada di tanga Allah semata-mata. Adapun wujud Dzatullah itu, tidak ada stu makhluk pun yang mengetahui kecuali Allah sendiri. Ruh Idhafi menimbulkan iman. Ruh Idhafi berasal dari Allah Yang Maha Esa, itulah yang disebut iman tauhid. Meyakini adanya Allah juga adanya Muhammad sebagai Rasulullah.
Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan Yang Terpilih. Menyatu dengan Gusti Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Dan kamu harus menyatu bahwa Gusti Allah itu ada dalam dirimu. Ruh Idhafi ada di dalam dirimu. Makrifat itu sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat, hidup tunggal didalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan Pilihan. Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal tidak akan terjadi padamu, jangan takut menghadapi sakaratil maut. Jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh Idhafi tidak akan mati. Hidup mati, mati hidup. Akuilah sedalam-dalamnya bahwa keberadaanmu itu, terjadi karena Allah itu hidup dan menghidupi dirimu, dan menghidupi segala yang hidup. Sastra Alif (huruf alif) harus dimintakan penjelasannya pada guru. Jabar jer-nya pun harus berani susah payah mendalaminya. Terlebih lagi poengetahuan tentang kafir dan syirik! Sesungguhnya semua itu, tidak dapat dijelaskan dengan tepat maksud sesungguhnya. Orang yang menjelaskan syariat itu berarti sudah mendapatkan anugrah sifat Gusti Allah. Sebagai sarana pengabdian hamba kepada Gusti Allah. Yang menjalankan shalat sesungguhnya raga. Raga yang shalat itu terdorong oleh adanya iman yang hidup pada diri orang yang menjalankannya. Seandainya nyawa tidak hidup, maka Lam Tamsyur (maka tidak akan menolong) semua perbuatan yang dijalankan. Secara yang tersurat, shalat itu adalah perbuatan dan kehendak orang yang menjalankan, namun sebenarnya Allah-lah yang berkehendak atas hambanya. Itulah hakikat dari Tuhan penciptanya. Ruh Idhafi berada di tangan orang mukmin. Semua ruh berada di tangan-Nya. Yaitu terdapat pada Ruh Idhafi. Ruh Idhafi adalah sifat jamal (sifat yang bagus atau indah) keindahan yang berasal Dzatullah. Ruh Idhafi nama sebuah tingkatan (maqom), yang tersimpan pada diri utusan Allah (Rasulullah). Syarat jisim lathif (jasad halus itu, harus tetap hidup dan tidak boleh mati.
Cahayanya berasal dari ruh itu, yang terus menerus meliputi jasad. Yang mengisayaratkan sifat jalal (sifat yang perkasa) dan sekaligus mengisyaratkat adanya sifat jamal (sifat keindahan). Jauhar awal mayit (mutiara awal kematian) itu, memberi isyarat hilangnya diri ini. Setelah semua menemui kematian di dunia, maka akan berganti hidup di akherat. Kurang lebih tiga hari perubahan hidup itu pasti terjadi. Asal mula manusia terlahir, dari adanya Ayah, Ibu serta Tuhan Yang Maha Pencipta. Satu kelahiran berasal dari tiga asal lahir.
Ya, itulah isyarat dari tiga hari. Setelah dititipkan selama tujuh hari, maka dikembalikan kepada yang meninipkan (yang memberi amanat). Titipan itu harus seperti sedia kala. Bukankah tauhid itu sebagai srana untuk makrifat? Titipan yang ketiga puluh hari, itu juga termasuk juga titipan, yang ada hanya kemiripan dengan yang tujuh hari. Kalau menangis mengeluarkan air mata karena menyesali sewaktu masih hidup. Seperti teringat semasa kehidupan itu berasal dari Nur. Yang mana cahayanya mewujudkan dirimu. Hal itulah yang menimbulkan kesedihan dan penyesalan yang berkepanjangan. Tak terkecuali siapun yang merasakan itu semua, sebagaimana kamu mati, saya merasa kehilangan. Mati atau hilang bertepatan hari kematian yang keempat puluh hari. Bagaimanakah yang lebih tepat untuk melukiskan persamaan sesama makhluk hidup secara keseluruhannya? Allah dan Muhammad semuannya berjumlah satu. Seratuspun dapat dilukiskan seperti satu bentuk, seperti diibaratkan dengan adanya cahaya yang bersember dari cahaya Muhammad yang sesungguhnya. Sama hal pada saat kamu memohon sesuatu. Ruh jasad hilang di dalamnya, kehadirat Tuhan Yang Maha Pemberi. Tepat pada hari keseribu, tidak ada yang tertinggal. Kembalinya pada allah sudah dalam keaadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama dalam keadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama diciptakan”.
Syekh Malaya terang hatinya, mendengarkan pelajaran yang baru diterima dari gurunya Syekh Mahyuningrat Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya senang hatinya sehingga beliu belum mau keluar dari dalam tubuh Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya menghaturkan sembah, sambil berkata manis seperti gula madu. “Kalau begitu hamba tidak mau keluar dari raga dalam tuan. Lebih nyaman di sini saja yang bebas dari sengsara derita, tiada selera makan tidur, tidak merasa ngantuk dan lapar, tidak harus bersusah payah dan bebas dari rasa pegal dan nyeri. Yang terasa hanyalah rasa nikmat dan manfaat”. Kanjeng Nabi Khidir memperingatkan, “yang demikian tidak boleh kalau tanpa kematian”. Kanjeng Nabi Khidir semakin iba kepada pemohon yang meruntuhkan hatinya. Kata Kanjeng nabi Khidir, “kalau begitu yang awas sajalah terhadap hambatan upaya. Jangan sampai kau kembali. Memohonlah yang benar dan waspada. Anggaplah kalau sudah kau kuasai, jangan hanya digunakan dengan dasar bila ingat saja, karena hal itu sebagai rahasia Allah. Tidak diperkenankan mengobrol kepada sesama manusia, kalau tanpa seizin-Nya! Sekiranya akan ada yang mempersolakan, memperbincangkan masalah ini! Jangan sampai terlanjur! Jangan sampai membanggakan diri! Jangan peduli terhadap gangguan, cobaan hidup! Tapi justru terimalah dengan sabar! Cobaan hidup yang menuju kematian, ditimbulkan akibat buah pikir. Bentuk yang sebenarnya ialah tersimpan rapat di dalam jagadmu! Hidup tanpa ada yang menghidupi kecuali Allah saja.
Tiada antara lamanya tentang adanya itu. Bukankah sudah berada di tubuh? Sungguh, bersama lainnya selalu ada dengan kau! Tak mungkin terpisahkan! Kemudian tidak pernah memberitahunakan darimana asalnya dulu. Yang menyatu dalam gerak perputaran bawana. Bukankah berita sebenarnya sudah ada padamu? Cara mendengarnya adalah denga ruh sejati, tidak menggunakan telinga. Cara melatihnya, juga tanpa dengan mata. Adpun telingannya, matanya yang diberikan oleh allah. Ada padamu itu. Secara batinnya ada pada sukma itu sendiri. Memang demikianlah penerapannya. Ibarat seperti batang pohon yang dibakar, pasti ada asap apinya, menyatu dengan batang pohonnya. Ibarat air dengan alunnya. Seperti minyak dengan susu, tubuhnya dikuasai gerak dan kata hati.
Demikian pun dengan Hyang Sukma, sekiranya kita mengetahui wajah hamba Tuhan dan sukma yang kita kehendaki ada, diberitahu akan tempatnya seperti wayang ragamu itu. Karena datanglah segala gerak wayang. Sedangkan panggungnya jagd. Bentuk wayang adalah sebagai bentuk badan atau raga. Bergerak bila digerakkan. Segala-galanya tanpa kelihatan jelas, perbuatan dengan ucapan. Yang berhak menentukan semuanya, tidak tampak wajahnya. Kehendak justru tanpa wujud dalam bentuknya. Karena sudah ada pada dirimu. Permisalan yang jelas ketika berhias. Yang berkaca itu Hyang Sukma, adapun bayangan dalam kaca itu ialah dia yang bernama manusia sesungguhnya, terbentuk di dalam kaca. Lebih besar lagi pengetahuan tentang kematian ini dibandingkan dengan kesirnaan jagad raya, karena lebih lembutseperti lembunya air. Bukankah lebih lembut kematian manusia ini? Artinya lembut kesirnaan manusia? Artinya lebih dari, karena menentukan segalanya. Sekali lagi artinya lembut ialah sangat kecilnya. Dapat mengenai yang kasar dan yang kecil. Mencakup semua yang merangkak, melata tiada bedanya, benar-benar serba lebih. Lebih pula dalam menerima perintah dan tidak boleh mengandalkan pada ajaran dan pengetahuan. Karena itu bersungguh-sungguhlah menguasainya. Pahamilah liku-liku solah tingkah kehidupan manusia! Ajaran itu sebagai ibarat benih sedangkan yang diajari ibarat lahan. Misal kacang dan kedelai. Yang disebar di atas batu. Kalau batunya tanpa tanah pada saat kehujanan dan kepanasan, pasti tidak tidak akan tumbuh. Tapi bila kau bijaksana, melihatmu musnahkanlah pada matamu! Jadikanlah penglihatanmu sukma dan rasa. Demikian pula wujudmu, suaramu. Serahkan kembali kepada yang Empunya suara! Justru kau hanya mengakui saja sebagai pemiliknya. Sebenarnya hanya mengatasnamai saja. Maka dari itu kau jangan memiliki kebiasaan yang menyimpang, kecuali hanya kepada Hyang Agung. Dengan demikian kau Hangraga Sukma. Yaitu kata hatimu sudah bulat menyatu dengan kawula Gusti. Bicarakanlah manurut pendapatmu! Bila pendapatmu benar-benar meyakinkan, bila masih merasakan sakit dan was-was, berarti kejangkitan bimbang yang sebenarnya. Bila sudah menyatu dalam satu wujud. Apa kata hatimu dan apa yang kau rasakan. Apa yang kau pikir terwujud ada. Yang kau cita-citakan tercapai. Berarti sudah benar untukmu. Sebagai upah atas kesanggupanmu sebagai khalifah di dunia. Bila sudah memahami dan menguasai amalan dan ilmu ini, hendaknya semakin cermat dan teliti atas berbagai masalah.
Masalah itu satu tempat dengan pengaruhnya. Sebagai ibaratnya sekejap pun tak boleh lupa. Lahiriah kau landasilah dengan pengetahuan empat hal. Semuanya tanggapilah secara sama. Sedangkan kelimanya adalah dapat tersimpan dengan baik, berguna dimana saja! Artinya mati di dalam hidup. Atau sama dengan hidup di dalam mati. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sukma, sukma muksa.
Jelasnya mengalami kematian! Syekh Malaya, terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan senang hatimu! Anugrah berupa wahyu akan datang kepadamu. Seperti bulan yang diterangi cahaya temaram. Bukankah turnya wahyu meninggalkan kotoran? Bersih bening, hilang kotorannya”.
Kemudian Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan lembut dan tersenyum. “Tak ada yang dituju, semua sudah tercakup haknya. Tidak ada yang diharapkan dengan keprawiraan, kesaktian semuanya sudah berlalu. Toh semuanya itu alat peperangan”. Habislah sudah wejangan Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya merasa sungkan sekali di dalam hati. Mawas diri ke dalam dirinya sendiri. Kehendak hati rasanya sudah mendapat petunjuk yang cukup. Rasa batinya menjelajah jagad raya tanpa sayap.
Keseluruh jagad raya, jasadnya sudah terkendali. Menguasai hakekat semua ilmu. Misalnya bunga yang masih lam kuncup, sekarang sudah mekar berkembang dan baunya semerbak mewangi. Karena sudah mendapat san Pancaretna, kemudian Sunan Kalijaga disuruh kelura dari raga Kanjeng Nabi Khidir kembali ke alamnya semula”.
Lalu Kanjeng Nabi Khidir berkata, “He, Malaya. Kau sudah diterima Hyang Sukma. Berhasil menyebarkan aroma Kasturi yang sebenarnya. Dan rasa yang memanaskan hatimu pun lenyap. Sudah menjelajahi seluruh permukaan bumi. Artinya godaan hati ialah rasa qonaah yang semakin dimantapkan. Ibarat memakai pakaian sutra yang indah. Selalu mawas diri. Semua tingkah laku yang halus. Diserapkan kedalam jiwa, dirawat seperti emas.
Dihiasi dengan keselamatan, dan dipajang seperti permata, agar mengetahui akan kemauan berbagai tingkah laku manusia. Perhaluslah budi pekermu atau akhlak ini! Warna hati kita yang sedang mekar baik, sering dinamakan Kasturi Jati. Sebagai pertanda bahwa kita tidak mudah goyah, terhadap gerak-gerik, sikap hati yang ingin menggapai sesuatu tanpa ilmu, ingin mendalami tentang ruh itu justru keliru. Lagi pula secara penataan, kita itu ibaratnya busana yang dipakai sebagai kerudung. Sedangkan yang ikat kepala sebagai sarungmu. Kemudian terlibat ingatan ketika dulu. Ibarat mendalami mati ketika berada di dalam rongga ragaku.
Tampak oleh Sunan Kalijaga cahaya. Yang warnanya merah dan kuning itu, sebagai hambatan yang menghadang agar gagal usaha atauu ikhtiar atau cita-citanya. Dan yang putih di tengah itulah yang sebenarnya harus diikuti. Kelimanya harus tetap diwaspadai. Kuasailah seketika jangan sampai lupa! Bisa dipercaya sifatnya. Berkat kesediaanku berbuat sebagai penyekat. Untuk alat pembebas sifat berbangga diri. Yang selalu didambakan siang dan malam. Bukankah aku banyak sekali melekat atau mengetahui caranya pemuka agama yang ternyata salah dalam penafsiran.
Dan penyampaian keterangannya? Anggapannya sudah benar. Tak tahunya malah mematikan pengertian yang benar. Akibatnya terperosok dalam penerapannya. Ada pemuka agama yang ibaratnya menjadi murung. Ia hanya sekedar mencari tempat bertengger saja. Yaitu pada batang kayu yang baik rimbun, lebat buahnya, kuat batangnya. Untuk kemuliaan hidup baru. Ada orang yang berkedudukan, ada yang ikut orang kaya. Akhirnya di masyarakatkan. Ibaratnya seperti sekedar memperoleh kemuliaan sepele. Jadinya tersesat-sesat. Ada pula yang justru memiliki jalan terpaksa.
Menumpuk kekayaan harta dan istri banyak.
Ada pula yang memilih jalan menguasai putranya. Putra yang bakal menguasai hak asasi orang per orang. Semuanya ingin mendapatkan yang serba lebih di dalam memiliki jalan mereka. Kalau demikian halnya, menurut pendapatku, belumlah mereka disebut pemuka agama yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah, tapi masih berkeinginan pribadi atau berambisi. Agar semua itu menjunjung harkat dan martabat. Tatanan yang tidak pasti, belum bisa disebut manusia utama.
Yang demikian itu menurut anggapannya dan perasaannya mendapatkan kebahagiaan, kekayaan dan mengerti hak yang benar. Bila kemudian tertimpa kedudukan, terlanjur terbiasa. Memilih jalan sembarang tempat, tanpa mengahasilkan jerih payahnya dan tanpa hasil. Dalam arti mengalami kegagalan total. Setidak-tidaknya menimbulkan kecurigaan. Apa kebiasaan ketika hidup didunia. Ketika menghadapi datangnya maut, disitulah biasanya tidak kuat menerima ajal. Merasa berat meninggalkan kehidupan dunia yang tersangkal lagi. Pokoknya masih lekat sekali pada kehidupan duniawi. Begitulah beratnya amencari kemuliaan.
Tidak boleh lagi merasa terlekat kepada anak-istri. Pada saat-saat menghadap ajatnya. Bila salah menjawab pertanyaannya bumi, lebih baik jangan jadi manusia! Kalau matinya tanpa pertanggung jawaban. Bila kau sudah merasa hatimu benar. Akan hidup abadi tanpa hisab. Akibatnya, tubuh bumi itu keterdiamannya tidak membantu. Kesepiannya tidak mencair. Tidak mempedulikan pembicaraan orang lain yang ditujukan kepadanya. Yaitu bagaimana hilang dan mati bersama raganya ialah diidamkannya. Sehingga mempertinggi semedinya, untuk mengejar keberhasilan. Tapi sayang tanpa petunjuk Allah, apalagi hanya semedi semata. Tidak disertai dukungan ilmiu.
BACA SABUNGANNYA >> BACA <<
| Sumber : kedaiislambrahmakumbara.blogspot.co.id
| Publikasi Ulang : www.muslimterhebat.id
Komentar
Posting Komentar